Saya yang
bertandatangan di bawah ini:
Nama : Ahmad Darik
Nim : 2122023310005
Fakultas : Pendidikan Ilmu Sosial dan Humaniora
Program
Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
(PBSI)
Judul Skripsi : Analisis Nilai
Moral dalam Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2”
Karya Habiburrahman El-Shirazy
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi
yang saya buat ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan pengambilalihan milik orang lain yang saya akui sebagai hasil karya saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini hasil jiplakan,
maka saya siap menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang. 29 Mei 2016
Yang menyatakan,
AHMAD DARIK
NIM. 2122023310005
PERSETUJUAN
PEMBIMBING
Skripsi oleh Ahmad Darik ini
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Malang, 27 Mei 2016
Pembimbing,
Dra. Yulita Pujiarti, M.Kes.
NIDN: 0011076702
PENGESAHAN
SKRIPSI
Skripsi oleh Ahmad Darik ini
Telah diuji pada tanggal 11 Agustus 2016.
Penguji
Tisa Maharani,
M.A. (Ketua)
NIDN:
0725088707
Dra. Yulita
Pujiarti, M.Kes. (Anggota)
NIDN:
0011076702
Mengesahkan Mengetahui
Dekan Fakultas Pendidikan Ketua
Jurusan Pendidikan
Ilmu Sosial dan Humaniora, Bahasa
dan Sastra Indonesia
Dra. Yulita Pujiarti, M.Kes. Dr.
Endang Sumarti, M.Pd.
NIDN: 0011076702 NIDN:
0029036601
MOTTO
لَقَدْخَلَقْنَا
الِانْسَانَ فِيْ أَحْسَنِ تَقْوِيْمِ (التين: 4)
Artinya: Sungguh telah kami ciptakan manusia pada bentuk
yang terbaik.(Q.S. Al-Qolam: 4)
وَإِنَّكَ لَعَلَى
خُلُقٍ عَظِيْمِ (القلم: 4)
Artinya: Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi
pekerti yang luhur. (Q.S. Al-Qolam: 4)
مَا مِنْ شَيئٍ
أَثْقَلُفِي مِيْزَانِالعَبْدِ المُؤْمِنِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ حُسْنِ الخُلُقِ,
وإِنَّ اللهَ يُبْغِضُ الفَاحِشَ البَذِيِّ. (رواه الترمذي)
Artinya: Tidak ada sesuatu apapun yang lebih
memberatkan timbangan kebaikan hamba yang beriman pada hari qiyamat melebihi budi pekerti yang baik. Sungguh Allah membenci orang yang berlaku
keji yang suka berkata kotor. (HR. Tirmidzi)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillâhi Rabb al-‘âlamîn, puji dan
syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan kekuatan
lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat
beriring salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga dan
para sahabatnya.
Skripsi berjudul “Analisis Nilai Moral dalam
Novel Ketika Cinta Bertasbih 2 Karya Habiburrahman El-Shirazy” ini merupakan
tugas akhir yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia.
Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari
sumbangsih berbagai pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik moril
maupun materil. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Kedua orang tua penulis yang telah merawat, mendidik, dan
mendukung penulis dengan kasih sayang tulus sepanjang masa.
2.
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, ibu Dr. Endang Sumarti, M. Pd.
3.
Dosen pembimbing skripsi penulis, ibu Dra. Yulita
Pujiarti, M. Kes. dan bapak Ahmad Husin, M.Pd., M.Si. yang telah memberi saran
dan arahan dalam penulisan skripsi.
4.
Teman-teman mahasiswa PBSI, khususnya yang
dari Gondanglegi angkatan 2015 atas pengalaman dan
pembelajaran berharga yang
penulis dapatkan saat berinteraksi dengan
mereka. Terima kasih
secara khusus penulis sampaikan kepada Khoiruman Chamal,
S.Pd.I.
5.
Serta kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan
satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik
dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
mendapat balasan pahala dari Allah Swt. Âmîn yâ Rabbal ’âlamîn.
Malang, 31 Mei 2016
Penulis,
Ahmad Darik
ABSTRAK
Ahmad Darik, 2016. Analisis Nilai Moral dalam Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El-Shirazy. Skripsi, Program S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial dan Humaniora,
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Budi Utomo Malang. Pembimbing: Dra. Yulita Pujiarti, M.Kes.
Kata Kunci: Analisis, nilai moral, “Ketika Cinta Bertasbih 2”.
Penulis tertarik meneliti novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” ini karena
novel ini selain menceritakan dari segi kemasyarakatan juga menceritakan dari segi keagamaan yaitu ajaran agama Islam. Novel ini mengajarkan bahwa betapa kesejatian cinta akan membawa pada kebahagiaan meski diperlukan penantian yang panjang dan kesabaran yang
berjenjang. Novel ini juga mengajak kita mendaki tanjakan
spiritual yang sangat tinggi, yaitu cinta Ilahi.
Masalah penelitian ini adalah nilai moral apa
sajakah yang terdapat dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El-Shirazy? Masalah penelitian ini dibatasi pada nilai moral yang
berkaitan dengan tanggung jawab, hati nurani, dan kewajiban. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterprestasikan nilai pendidikan
moral yang terdapat dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih 2”
Karya Habiburrahman
El-Shirazy.
Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hermeneutic dan content
analysis (analisisisi). Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan
teknik analisis secara kualitatif yaitu, analisis dilakukan secara interaktif
dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.
Aktifitas dalam analisis data yaitu mereduksi data, menyajikan data dan
menyimpulkan data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa novel “Ketika Cinta Bertasbih 2”
Karya Habiburrahman El-Shirazy ini mengandung tiga nilai moral, yaitu :nilai moral
yang berkaitan dengan tanggungjawab, hati nurani dan kewajiban.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN...........................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................................
ii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................... iii
MOTTO ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR.......................................................................................
v
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI......................................................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang......................................................................................
1
1.2
Pembatasan Masalah ............................................................................ 3
1.3
Rumusan Masalah.................................................................................
4
1.4
Tujuan Penelitian..................................................................................
4
1.5
Kegunaan Penelitian ............................................................................ 5
1.6
Asumsi ................................................................................................. 5
1.7
Definisi Istilah ..................................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Novel ................................................................................. 8
2.1.1
Jenis Novel ........................................................................................... 10
2.1.2
Fungsi Novel ........................................................................................ 12
2.1.3
Unsur-unsur Pembentuk
Novel ............................................................ 14
2.2
Sistem Nilai .......................................................................................... 26
2.2.1
Nilai-nilai
Moral ................................................................................... 26
2.2.1.1 Nilai Moral yang Berkaitan dengan Tanggung Jawab ......................... 29
2.2.1.2 Nilai Moral yang Berkaitan dengan Hati Nurani ................................. 31
2.2.1.3 Nilai Moral yang Berkaitan dengan Kewajiban ................................... 32
2.3
Penelitian Sebelumnya
yang Relevan .................................................. 34
2.4
Analisis Nilai
Moral dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih 2................
35
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Pendekatan dan Jenis Penelitian .......................................................... 37
3.1.1
Pendekatan Penelitian .......................................................................... 37
3.1.2
Jenis Penelitian ..................................................................................... 38
3.2
Sumber Data ........................................................................................ 39
3.3
Metode Pengumpulan Data..................................................................
39
3.4
Korpus Data ......................................................................................... 40
3.4.1
Tabel Nilai
Moral yang Berkaitan dengan Tanggung Jawab................
40
3.4.2
Tabel Nilai
Moral yang Berkaitan dengan Hati Nurani ....................... 40
3.4.3
Tabel Nilai
Moral yang Berkaitan dengan Kewajiban ......................... 40
3.5
Teknik Analisis Data.............................................................................
40
3.5.1
Mereduksi Data....................................................................................
41
3.5.2
Menyajikan Data
.................................................................................. 41
3.5.3
Verifikasi.............................................................................................. 41
3.6
Tahap-tahap Penelitian.......................................................................... 42
3.6.1
Tahap Persiapan...............................................................................
42
3.6.2
Tahap Pelaksanaan...........................................................................
42
3.6.3
Tahap Refleksi.................................................................................
42
3.7
Pengecekan Keabsahan
Data ............................................................... 42
BAB IV HASIL ANALISIS
4.1
Nilai Moral yang
Terdapat dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih
2 Karya Habiburrahman El-Shirazy 44
4.1.1
Nilai Moral
yang Berkaitan dengan Tanggung Jawab dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih
2 Karya Habiburrahman El-Shirazy.................................................................... 44
4.1.1.1 Tabel Nilai Moral yang Berkaitan dengan
Tanggung Jawab................ 53
4.1.2
Nilai Moral
yang Berkaitan dengan Hati Nurani dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih
2 Karya Habiburrahman El-Shirazy.................................................................... 61
4.1.2.1 Tabel Nilai Moral yang Berkaitan dengan Hati
Nurani ....................... 66
4.1.3
Nilai Moral
yang Berkaitan dengan Kewajiban dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih
2 Karya Habiburrahman El-Shirazy ................................................................... 71
4.1.3.1 Tabel Nilai Moral yang Berkaitan dengan
Kewajiban ......................... 74
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan........................................................................................... 79
5.2
Saran .................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 83
LAMPIRAN ...................................................................................................... 85
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keanekaragaman
budaya nusantara di Indonesia
memiliki keunikan tersendiri.
Keunikan itu terlihat dari budaya,
sastra, bahasa, sistem pesan-pesan sosial, adat istiadat, dan iklim antar
daerah yang berbeda. Keanekaragaman itu menjadi suatu keistimewaan pada setiap
kebudayaan manusia.
Salah satu
keistimewaan yang dimiliki manusia terlihat dari hasil kreatifitas karyanya.
Karya sastra untuk menyatakan jenis gejala budaya yang dapat dijumpai pada masyarakat
baik dalam bidang sosial, ekonomi,
dan keagamaan, yang merupakan keberadaan karya tersebut. Hal ini berarti
bahwa karya sastra merupakan jenis gejala yang bersifat universal.
Salah satu jenis
karya sastra adalah novel.
Novel adalah bentuk karya sastra yang paling terkenal bagi
para pembaca. Bentuk karya sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya
komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai sebuah karya kebudayaan, novel
selalu berubah baik dari segi sistematika penulisan maupun tema-tema dan pesan-pasan moral yang
diceritakan dalam novel tersebut.
Pemahaman terhadap
novel tidak seperti
memahami bentuk karya sastra lain (prosa, puisi, hikayat). Pemahaman
terhadap novel didukung oleh tingginya pesan-pesan moral seseorang karena novel
merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka
untuk memahaminya perlu
dideskripsikan, dianalisis, diinterpretasikan sehingga dapat diketahui
maknanya yang terjalin
dari realitas yang
dibumbui imajinasi.
Karya sastra yang
mengandung nilai moral salah satunya adalah novel. Novel selalu memberikan hal
yang baru bagi pembaca, baik tentang kehidupan, sosial, maupun budaya. Apabila
moral dikaitkan dengan kesusastraan berlaku suatu prinsip bahwa sebuah novel
yang baik itu harus bermoral. Dalam menganalisis novel ini peneliti menggunakan
pendekatan objektif dan pendekatan
moralitas dengan menggunakan
unsur yang terdapat dalam novel khususnya nilai moral, Asri ( 2008:24 ) mengatakan :
Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia
sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat
dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur yang di pakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Sikap moral yang
sebenarnya disebut moralitas. Ia mengartikan moralitas terjadi apabila orang
mengambil sikap yang baik karna ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya
dan bukan karena ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan
perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Hanya moralitasnya yang bernilai
secara moral.
Nilai moral yang terkandung dalam sebuah novel sangat penting. Artinya, dalam sebuah
karya sastra harus memasukkan nilai moral dalam karyanya. Nilai moral membahas
tentang perbuatan, sikap, tanggung jawab dan kewajiban. Nilai moral dalam karya
sastra sangat berpengaruh terhadap pembacanya, Karena nilai moral merupakan
sesuatu yang baik, yang baik atau bermoral
itu bukanlah masalah tetapi jauh dari nilai moral, maka akan sangat
buruk akibatnya. Moral dalam karya sastra
biasanya mencerminkan pandangan
hidup pengarang yang
bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah
yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Nilai moral yang
terkandung dalam sebuah karya sastra yang disampaikan oleh pengarang harus
cermat, tidak semua pesan yang ingin
disampaikan oleh pengarang tersampaikan
secara langsung. Salah satu pengarang
novel di Indonesia yang membahas
nilai-nilai moral adalah Habiburrahman El-Shirazy ia anak pasangan K.H. Soerozi Noor dan Hj.
Siti Khadijah, lahir di Semarang tanggal 30 September 1976, beliau memiliki
panggilan akrab kang Abik, Kang Abik adalah anak sulung dari enam bersaudara
yang juga tulang punggung keluarga yaitu sejak kecil beliau telah belajar hidup
sederhana. Novel yang akan penulis teliti adalah “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habiburrahman El-Shirazy.
Alasan penulis
tertarik dengan novel
karya Habiburrahman El-Shirazy
karena cerita novel
ini tidak seperti
novel yang kebanyakan hanya menceritakan
konflik keluarga atau lingkungan masyarakat kota. Novel ini justru
menceritakan dari segi keagamaan yaitu ajaran agama Islam. Betapa kesejatian
cinta akan membawa pada kebahagiaan meski diperlukan penantian yang panjang dan
kesabaran yang berjenjang, novel ini juga mengajak kita mendaki tanjakan
spiritual yang sangat tinggi, yaitu cinta Ilahi. Gejolak cinta yang dihasilkan
dari dorongan dunia tumbuh terkalahkan dengan cinta rohani yang ditunjukkan ke
dalam hati orang-orang yang beriman kepada Allah, dan bersifat abadi.
1.2
Pembatasan Masalah
Mengingat begitu
luasnya permasalahan analisis tersebut maka diperlukan adanya pembatasaan masalah. Pembatasan masalah dalam
analisis ini yang terdapat pada novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya
Habiburrahman El-Shirazy yang dititik beratkan pada segi Nilai-nilai Moral. Nilai-nilai
Moral tersebut juga dibatasi pada nilai moral yang berkaitan dengan tanggung
jawab, nilai moral yang berkaitan dengan hati nurani, dan nilai moral yang
berkaitan dengan kewajiban.
Hal itulah yang dilakukan untuk menghindari adanya penyimpangan
dari permasalahan yang dibahas.
1.3
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, Maka, penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah nilai moral yang
berkaitan dengan tanggung jawab dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El Shirazy?
2.
Bagaimanakah nilai moral yang
berkaitan dengan hati nurani dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El Shirazy?
3.
Bagaimanakah nilai moral yang
berkaitan dengan kewajiban dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El Shirazy?
1.4
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah
penelitian ini, maka
penelitiaan ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1.
Nilai moral yang berkaitan dengan
tanggung jawab dalam novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El Shirazy!
2. Nilai moral yang berkaitan dengan hati nurani dalam novel “Ketika Cinta
Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El
Shirazy!
3. Nilai moral yang berkaitan dengan kewajiban dalam novel “Ketika Cinta
Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El
Shirazy!
1.5
Kegunaa Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis maupun praktis.
1.
Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian
ini dapat memberi dan memperdalam dalam memahami penelitian tentang masalah
moral dan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang membahas masalah
yang sama.
2.
Secara Praktis
Secara praktis bermanfaat
bagi peminat sastra dan dapat memberikan pembelajaran bagi siswa di sekolah
terhadap nilai moral yang ada dalam novel
“Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El Shirazy.
1.6
Asumsi
Penelitian tentang
analisis nilai moral yang ada dalam novel
“Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Habiburrahman El Shirazy ini dilandasi
dengan asumsi-asumsi sebagai berkut:
1.
Sastra “Ketika Cinta Bertasbih 2” adalah
sebuah cerita berbahasa Indonesiia banyak memberi motivasi bagi pembaca untuk
lebih optimis menhadapi hidup.
2.
Sastra “Ketika Cinta Bertasbih 2” adalah
menjadi salah satu model pendidikan dalam membimbing dan mengarahkan siswa
untuk meraih cita-cita yang diinginkan.
3.
Sebuah karya sastra dibuat oleh
pengarangnya selain mempunyai unsur dan nilai pedidikan, juga menggambarkan
figur sentral pada nilai-nilai moral.
1.7
Definisi Istilah
1.7.1
Analisis
Seorang ahli
mengemukaan, analisis adalah suatu peristiwa (Karangan, perbuatan, dll) untuk
mengetahui sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya dll. (Purwodarminto,1976
:39). Jadi analisis yaitu penguraian suatu pokok atas berbagi bagiannya
dan hubungan antar bagian untuk
memperoleh pemgertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
1.7.2
Nilai
Value atau nilai
berasal dari bahasa
latin, ‘valere’
secara harfiah berarti baik/buruk yang
kemudian artinya diperluas
menjadi segala sesuatu
yang disenangi, diinginkan, dicita-citakan dan disepakati. Nilai berada
dalam hati nurani dan pikiran sebagai suatu keyakinan atau kepercayaan. (Hamidy, 2007:50)
1.7.3
Moral
Dari segi etimologi perkataan moral berasal dari bahasa latin
yaitu ‘mores’ yang berasal dari suku kata ‘mos’. Mores berarti adat-istiadat,
kelakuan, tabiat, watak, aklak,, yang kemudian artinya berkembang menjadi
sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, susila. Moralitas berarti
yang mengenai kesusilaan (kesopanan, sopan-santun, keadaban) orang yang susila
adalah orang yang baik budi bahasanya. (Hamid 2007:50)
1.7.4
Tanggung
Jawab
Menurut Djoko (2008:144) “tanggung jawab
adalah kesadaran manusia akan tingkah lakunya atau perbuatanya yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
1.7.5
Hati
Nurani
Hati nurani menyatakan tentang baik dan buruk
yang berhubungan dengan tingkah laku konkret kita.
1.7.6
Kewajiban
Kewajiban adalah sesuatu yang harus kita
lakukan terhadap diri kita sendiri, orang lain dan lingkungan.
1.7.7
Novel
Sudjiman (1986,53)
novel yaitu karangan prosa yang panjang yang
mengambarkan rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang yang ada
disekelilingnya deangan menonjolkan watak dan sifat-sifat pelaku. Salah satu ahli
menggambarkan bahwa novel itu adalah proses rekaman yang panjang dengan
menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara
tersusun.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian Novel
Istilah novel
berasal dari bahasa latin novellas yang kemudian diturunkan menjadi novies,
yang berarti baru. Kata ini kemudian diadaptasikan dalam bahasa Inggris
menjadikan istilah novel. Perkataan baru ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa
novel merupakan jenis cerita fiksi (fiction) yang muncul belakangan
dibandingkan dengan cerita pendek (short story) dan roman (Herman. J.
Waluyo, 2002: 36).
Nurgiyantoro (1994:
9) berpendapat bahwa istilah novella dan novelle mengandung
pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novellet (Inggris: novellet),
yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu
panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Senada dengan pendapat tersebut,
Abrams menyatakan bahwa sebutan novel dalam bahasa Inggris dan yang kemudian
masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa
Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti "Sebuah barang
baru yang kecil", dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek (short
story) dalam bentuk prosa.
Secara etimologis,
kata novel berasal dari novellus yang berarti baru. Jadi, sebenarnya
memang novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi yang paling baru. Menurut
Lindell (dalam Herman J Waluyo, 2006: 6) karya sastra yang berupa novel,
pertama kali lahir di Inggris dengan judul “Pamella” yang terbit pada tahun
1740. Awalnya novel “Pamella” merupakan bentuk catatan harian seorang pembantu
rumah tangga kemudian berkembang dan menjadi bentuk prosa fiksi yang kita kenal
seperti saat ini.
Semi (1993: 32)
menyatakan bahwa novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu
saat tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel merupakan karya fiksi
yang mengungkap aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan
halus.
Tarigan (2003: 164)
dalam “The American Colege Dictionary” mengatakan bahwa novel merupakan prosa
fiksi dengan panjang tertentu, yang isinya antara lain: melukiskan para tokoh,
gerak serta adegan peristiwa kehidupan nyata representatif dengan suatu alur
atau suatu keadaan yang kompleks. Novel merupakan jenis karya sastra yang
tentunya menyuguhkan nilai yang berguna bagi masyarakat pembaca. Hal ini telah
diungkapkan oleh Goldmann (dalam Ekarini Saraswati, 2003: 87) mendefinisikan
novel merupakan cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai
otentik di dalam dunia yang juga terdegradasi akan nilai-nilai otentik di dalam
dunia yang juga terdegradasi, pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang
problematik. Ciri tematik tampak pada istilah nilai-nilai otentik yang menurut
Goldmann merupakan totalitas yang secara tersirat muncul dalam novel,
nilai-nilai yang mengorganisasikan sesuai dengan mode dunia sebagai totalitas.
Atas dasar definisi itulah selanjutnya Goldmann mengelompokkan novel menjadi
tiga jenis yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologis (romantisme keputusasaan),
dan novel pendidikan (pedagogis).
Berdasarkan
pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa novel merupakan jenis
cerita fiksi yang muncul paling akhir jika dibandingkan dengan cerita fiksi
yang lain. Novel mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih
mendalam dan halus. Selain tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar
ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan
prosa rekaan yang lain.
Novel hadir
layaknya karya sastra lain bukan tanpa arti. Novel disajikan di tengah-tengah
masyarakat mempunyai fungsi dan peranan sentral dengan memberikan kepuasan
batin bagi pembacanya lewat nilai-nilai edukasi yang terdapat di dalamnya.
Fungsi novel pada dasarnya untuk menghibur para pembaca. Novel pada hakikatnya
adalah cerita dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan
hiburan kepada pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Wellek dan Warren (dalam Burhan
Nurgiyantoro, 1994: 3) membaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita,
menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.
Waluyo, (2002: 37)
mengemukakan ciri-ciri yang ada dalam sebuah novel: a) Perubahan nasib dari
tokoh cerita; b) beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; c) Biasanya
tokoh utama tidak sampai mati. Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1994: 11)
menyatakan bahwa novel mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu
secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan
berbagai permasalahan yang lebih komplek.
2.1.1
Jenis Novel
Sumardjo dan Saini
(1986:29) berpendapat bahwa novel dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan
yakni novel percintaan, novel petualangan, dan novel fantasi.
(1)
Novel percintaan merupakan novel
yang di dalamnya terdapat tokoh wanita dan pria secara imbang, bahkan
kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Sebagai novel yang dibuat oleh
pengarang termasuk jenis novel percintaan dan jenis novel ini terdapat hampir semua
tema.
(2)
Novel petualangan melibatkan
peranan wanita lebih sedikit daripada pria. Jika wanita dilibatkan dalam novel
jenis ini, maka penggambarannya hampir stereotip dan kurang berperan. Jenis
novel petualangan merupakan bacaan yang banyak diminati kaum pria karena tokoh
pria sangat dominan dan melibatkan banyak masalah dunia lelaki yang tidak ada
hubungannya dengan wanita. Jenis novel ini juga terdapat unsur percintaan,
namun hanya bersifat sampiran belaka.
(3)
Novel fantasi merupakan novel yang
menceritakan peristiwa yang tidak realistis dan tidak mungkin terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Unsur karakter, setting, dan plot yang digunakan tidak
realistis sehingga tidak dapat digunakan untuk menyampaikan ide penulis.
Konsep, ide, dan gagasan sastrawan dengan jelas disampaikan dalam bentuk cerita
fantastis artinya tidak sesuai dengan kehidupan seharihari.
Berdasarkan unsur fiksi novel dapat
dibagi menjadi tiga yaitu novel plot, novel watak, novel tematis.
(1)
Novel plot atau novel kejadiaan.
Novel ini mementingkan struktur cerita atau perkembangan kejadian. Novel ini
biasanya banyak melukiskan ketegangan karena banyak mengisahkan kejadian.
(2)
Novel watak atau novel karakter.
Novel ini mementingkan pengisahan watak karakter para pelakunya misalnya
penakut, pemalas, humor, pemarah, mudah putus asa, mudah kecil hati, dan
sebagainya.
(3)
Novel temantis. Novel ini
mementingkan tema atau pokok persoalan yang sangat banyak.
2.1.2
Fungsi Novel
Pada dasarnya novel
adalah cerita yang berisi konsentrasi kehidupan manusia yang fundamental, yakni
agama, masyarakat, atau sosial, dan personal yang di dalamnya tidak bisa luput
dari sebuah konflik. Hal ini yang membuat para pengarang untuk menuangkannya
dalam karya sastra (novel) dengan harapan bisa diambil manfaatnya bagi
pembacanya.
Selain itu, sastra
dapat berfungsi sebagai karya seni yang bisa digunakan sebagai menghibur diri
pembaca. Hal ini sesuai dengan pendapat Warren (dalam Burhan Nurgiyantoro,
1994: 3) menyatakan bahwa sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita dan
menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.
Secara ringkas Semi
(1993: 20-21) menguraikan fungsi karya sastra di dalamnya termasuk novel, antara
lain.
(1)
Fungsi pertama sastra adalah
sebagai alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca kepada
kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan bila mengalami suatu
masalah.
(2)
Sebagai pengimbang sains dan
teknologi
(3)
Sebagai alat untuk meneruskan
tradisi suatu bangsa dalam arti yang positif, bagi masyarakat sezamannya dan
masyarakat yang akan datang, antara lain: kepercayaan, cara berpikir,
kebiasaan, pengalaman sejarahnya, rasa keindahan, bahasa, serta bentuk-bentuk
kebudayaan.
(4)
Sebagai suatu tempat dimana
nilai-nilai kemanusiaan mendapat tempat yang sewajarnya, dipertahankan dan
disebarluaskan, terutama di tengah-tengah kehidupan modern yang ditandai dengan
menggebu-gebunya kemajuan sains dan teknologi.
Di pihak lain, Agustien S., Sri
Mulyani, dan Sulistiono (1999: 92-93) men-guraikan beberapa fungsi sastra
(novel) yaitu:
(1)
Fungsi rekreatif, yaitu apabila
sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi pembacanya
(2)
Fungsi didaktif, yaitu apabila
sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena adanya nilai-nilai
kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya.
(3)
Fungsi estetis, yaitu apabila
sastra mampu memberikan keindahan bagi pembacanya.
(4)
Fungsi moralitas, yaitu apabila
sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembacanya sehingga mengetahui moral
yang baik dan buruk.
(5)
Fungsi religius, yaitu apabila
sastra mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para pembaca sastra.
Berdasarkan
berbagai fungsi sastra tersebut, pada dasarnya karya sastra (novel) banyak
memberikan kemanfaatan bagi pembacanya, baik sebagai sarana hiburan maupun
sebagai sarana mendidik. Mendidik manusia agar dapat lebih bermoral dan
menghargai manusia, meneladani ajaran-ajaran agama yang ada di dalamnya, serta
dapat menyadarkan manusia untuk meneruskan tradisi luhur bangsa.
2.1.3
Unsur-Unsur Pembentukan
Karya Sastra Novel
Novel merupakan
totalitas yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai
bagian-bagian, unsur-unsur saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat.
Unsur-unsur pembangun novel menurut Sumito (dalam Jabrohim, Chairil Anwar, dan
Suminto, 2001: 105) terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana cerita. Fakta
cerita terdiri atas tokoh, plot, atau alur dan setting atau latar. Sarana
cerita meliputi hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan
menata detail-detail cerita, seperti unsur judul, sudut pandang, gaya dan nada,
dan sebagainya.
Wellek dan Warren
berpendapat bahwa kritikus yang menganalisis novel pada umumnya membedakan tiga
unsur pembentuk novel, yaitu alur, penokohan dan latar, sedangkan yang terakhir
ini bersifat simbolis dan dalam teori modern disebut atmosphere (suasana) dan
tone (nada) (1990: 280). Dalam hal ini penulis hanya akan menerangkan sedikit
mengenai unsur-unsur intrinsik dalam novel seperti penokohan/perwatakan, plot,
alur, latar, tema dan sudut pandang, dan bahasa. Unsur-unsur intrinsik yang
terdapat dalam novel adalah: tema, penokohan, latar, amanat, bahasa.
Unsur intrinsik
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Pradopo (1994: 4)
menyatakan bahwa ciri intrinsik karya sastra berupa ciri-ciri intrinsik
tersebut meliputi jenis sastranya (genie), pikiran, perasaan, gaya bahasa, gaya
penceritaan, dan struktur karya sastra yang meliputi struktur penceritaan
(alur), penokohan, latar, begitu juga sarana-sarana sastranya seperti pusat
pengisahan, simbol, humor, pembayangan, dan suspense.
Waluyo, (2002: 141)
menyatakan bahwa ada lima unsur fundamental dalam cerita rekaan yaitu tema,
alur, penokohan dan perwatakan, sudut pandang, setting, adegan dan latar
belakang, sedangkan unsur-unsur yang lain adalah unsur sampingan (tidak
fundamental) dalam cerita rekaan.
Adapun unsur-unsur
yang membangun jiwa novel adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
1.
Unsur-unsur Intrinsik
Unsur intinsik
adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun novel. Sebuah
novel akan terwujud dengan baik jika antar-unsur intrinsik saling terkait dan
terpadu.
Unsur-unsur intrinsik yang dimaksud
adalah:
a.
Tema
Hartoko dan
Rahmanto (1986: 67) mengatakan tema merupakan struktur karya sastra yang
mempunyai peran penting dalam suatu cerita. Biasanya pengarang merumuskan tema
sebelum menulis cerita karya sastra karena gagasan yang sudah dibuat pengarang
akan dikembalikan dan cerita yang dibuat tidak keluar dari tema. Tema dapat
didefinisikan suatu gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang
terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Nurgiyantoro, 1994: 68)
Tema disaring dari
motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan
hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema bersifat
kehadiran peristiwa, situasi atau konflik tertentu, termasuk berbagai unsur
intrinsik yang lain karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung
kejelasan tema yang disampaikan. Tema manjadi dasar pengembangan seluruh
cerita, maka tema bersifat menjiwai seluruh bagian cerita tersebut. Waluyo
(2002: 141) mengemukakan tiap-tiap periode atau angkatan dalam kesusastraan
mengungkapkan tema yang dominan sebagai ciri khas karya sastra untuk periode
atau zaman.
Tema adalah
pandangan hidup tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu
yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra
(Tarigan, 2003: 125). Ditambahkan oleh Nurgiyantoro (1994: 12) bahwa suatu
novel dapat mempunyai lebih dari satu tema yaitu tema utama dan tema tambahan,
akan tetapi tema tambahan tersebut haruslah bersifat menopang dan berkaitan
dengan tema utama untuk mencapai efek kepaduan. Hal tersebut disebabkan adanya
plot utama dan sub-sub yang menampilkan satu konflik utama dan konflik-konflik
pendukung (tambahan).
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide atau gagasan
dasar umum dalam suatu karya sastra yang membangun gagasan utama dan menjadi
dasar pengembangan seluruh cerita.
b.
Alur Cerita (Plot)
Alur dapat
diartikan sebagai kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita
untuk dimengerti. Sebaliknya, alur sebuah karya fiksi yang kompkleks, ruwet,
dan sulit dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita
menjadi sulit dipahami. Novel yang tergolong aluran akan sangat memperhatikan
struktur plot atau alur sebagai salah satu kekuatan novel untuk mencapai efek
estetis.
Waluyo (2002: 164)
mengemukakan bahwa alur pada peristiwa-peristiwa cerita harus menyatakan
hubungan yang logis dan runtut yang membentuk kesatuan atau keutuhan. Dengan
demikian, diharapkan pembaca dapat menangkap benang merah dalam cerita yang
menjalur dari awal hingga akhir cerita. Benang merah yang merentang pada
keseluruhan cerita itu disebut plot cerita.
Semi (1993: 43)
mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita
yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Sudjiman (1988: 4) mengatakan bahwa alur
adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.
Alur mengatur
jalinan peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam hubungan kausalitas, peristiwa
yang satu menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Pada umumnya alur cerita
pendek terdiri dari :
(1)
Alur tunggal adalah alur yang
hanya terjadi pada sebuah cerita yang memiliki sebuah jalan cerita saja. Ini
biasanya terdapat pada cerpen.
(2)
Alur ganda adalah alur yang
terjadi pada cerita yang memiliki alur lebih dari satu.
(3)
Alur mundur, flash-back, sorot
balik adalah alur yang mengisahkan kejadian yang tidak bersifat kronologis.
(4)
Alur maju adalah alur yang
bersifat kronologis.
(5)
Alur datar adalah alur yang tidak
ada atau tidak terasa adanya gawatan, klimaks dan leraian.
Secara garis besar
tahapan plot ada tiga yaitu tahap awal, tahap tengah, tahap akhir
(Nurgiyantoro, 1994: 42). Tahap awal disebut juga tahap perkenalan. Tahap
tengah, dimulai dengan pertikaian yang dialami tokoh, dalam tahap ini ada dua
unsur penting yaitu konflik dan klimaks. Tahap akhir, dapat disebut juga
sebagai tahap peleraian.
c.
Penokohan dan Perwatakan
Istilah penokohan
mempunyai pengertian lebih luas dari pada tokoh ataupun perwatakan sebab
penokohan mencakup berbagai unsur antara lain siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan dan bagaimana pelukisan dalam sebuah cerita sehingga pembaca paham
dan mempunyai gambaran yang jelas .
Perwatakan
berhubungan dengan karakteristik atau bagaimana watak tokoh-tokoh itu,
sedangkan penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih
tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh itu (Waluyo, 2002: 164).
Menurut Abrams
(dalam Burhan Nurgiyantoro. 1994: 164) tokoh (karakter) adalah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan
dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Sering orang
terjebak dengan menyamakan istilah penokohan atau karakteristik dengan
perwatakan tokoh-tokoh tertentu dalam sebuah cerita. Penokohan merupakan cara
pandang melukiskan tokoh secara jelas yang terdapat dalam sebuah cerita (Jones
dalam Burhan Nurgiyantoro, 1994: 165). Berdasarkan fungsinya, tokoh dibedakan
atas tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral terbagi atas tokoh
protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh utama yang memegang
peranan penting maupun sebagai pemimpin. Tokoh antogonis adalah tokoh bawahan
yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tapi kehadirannya sangat
diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama yang sering disebut
sebagai tokoh pembantu. Watak pada tokoh ini biasanya mempunyai sifat jelek dan
jahat.
Ada hubungan erat
antara penokohan dan perwatakan. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang
menentukan dan memilih tokohtokohnya serta memberi nama tokoh itu. Perwatakan
berhubungan dengan karakteristik atau bagaimana watak tokoh-tokoh itu. Waluyo
(2002: 165) menyatakan bahwa istilah penokohan disini berarti cara pengarang
menampilkan tokoh-tokohnya, jenis-jenis tokoh, hubungan tokoh dengan cerita
yang lain, watak tokoh-tokoh, dan bagaimana pengarang menggambarkan watak tokoh-tokoh
itu.
Lebih lanjut
Nurgiyantoro (1994: 176-194) membedakan tokoh dalam beberapa jenis penanaman
berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan sudut pandang
dan tinjauan, seorang tokoh dapat dikategorikan dalam beberapa jenis penamaan
sekaligus.
(1)
Tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam cerpen sedangkan
tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak dipentingkan dalam cerita, dalam
keseluruhan cerita pemunculan lebih sedikit. Pembedaan tersebut berdasarkan
segi peranan.
(2)
Tokoh protagonis dan tokoh
antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang disebut hero.
Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut antagonis. Pembedaan ini berdasarkan
fungsi penampilan tokoh.
(3)
Tokoh sederhana dan tokoh bulat.
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas sisi kepribadian
yang diungkapkan pengarang. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap
berbagai sisi kehidupan dan jati dirinya.
(4)
Tokoh statis dan tokoh dinamis.
Tokoh statis adalah tokoh yang tidak mengalami pengembangan perwatakan sebagai
akibat terjadinya konflik, sedangkan tokoh dinamis mengalami pengembangan
perwatakan.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara
pangarang melukiskan atau menggambarkan watak atau tokoh yang ditampilkan dalam
cerita dengan jelas.
d.
Sudut Pandang
Titik pengisahan
disebut juga sudut pandang pencerita dapat diartikan sebagai siapa pengarang
dalam sebuah cerita. Waluyo (2002: 184) menyatakan bahwa point of view
adalah sudut pandang dari mana pengarang bercerita, ataukah ia sebagai orang
yang terbatas. Point of view juga berarti dengan cara bagaimanakah
pengarang berperan, apakah melibatkan langsung dalam cerita sebagai orang
pertama, apakah sebagai pengobservasi yang terdiri di luar tokoh-tokoh sebagai
orang ketiga. Pengarang yang bercerita selalu menceritakan sesuatu yang ada
kaitannya dengan dirinya sendiri.
Penentuan sudut pandang dalam cerpen menjadi sesuatu yang
penting karena pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian
cerita. Sudut pandang difungsikan pengarang sebagai sarana menyajikan tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa dalam cerita rekaan kepada pembaca.
Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa point of view atau sudut
pandang pengarang adalah cara yang digunakan pengarang untuk menyajikan tokoh
dalam berbagai peristiwa dalam suatu karya fiksi
e.
Latar (setting)
Kehadiran latar
dalam sebuah karya fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah dunia dalam
kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan
permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang, tempat, dan
waktu. Suroto (1989: 94) mengatakan latar atau setting adalah penggambaran
situasi tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa. Lebih lanjut
Soemardjo dan Saini K. M. (1986: 76) mendefinisikan latar bukan hanya menunjuk
tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari satu wilayah,
sampai pada macam debunya, pemikiran rakyatnya, kegiatan mereka dan lain
sebagainya.
Latar dalam karya
sastra tidak hanya berfungsi untuk menunjukkan tempat kejadian dan waktu
terjadinya peristiwa. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para
tokoh yang menciptakan berbagai suasana dan menjadi gambaran keadaan dalam diri
tokoh yang bersangkutan, namun tidak selamanya latar itu sesuai dengan
peristiwa yang dilatari. Selain itu suasana dalam cerita dapat berganti atau
berkembang.
Latar (setting)
dapat berfungsi menjadikan suasana cerita lebih hidup. Montaque dan Henshaw
(dalam Herman. J. Waluyo, 2002: 198) menyatakan 3 fungsi setting, yaitu (a)
mempertegas watak para pelaku; (b) memberikan tekanan pada tema cerita; (c)
memperjelas tema yang disampaikan.
Tarigan (2003: 136)
mengatakan latar adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam
suatu cerita. Latar dalam suatu karya sastra dapat digunakan untuk beberapa
maksud. Pertama, untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan gerakan serta
tindakannya. Kedua, latar suatu cerita mempunyai suatu relasi yang langsung
dengan arti umum dan arti keseluruhan dalam suatu cerita. Ketiga, latar dapat
diciptakan dengan maksud tertentu dalam menciptakan suatu atmosfer yang
bermanfaat dan berguna.
Latar atau setting
yang disebut juga landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan
(Abram dalam Burhan Nurgiyantoro, 1994: 216). Latar dapat memberikan pijakan
cerita secara konkret dan jelas, untuk memberikan kesan realitas kepada
pembaca, menciptakan suasana seolah-olah sungguh-sungguh terjadi. Dengan
demikian, pembaca dapat dengan mudah mengoprasikan daya imajinasinya dan
memungkinkan dapat berperan serta secara kritis dengan pengetahuan mengenai
latar.
Waluyo (2002: 200)
menambahkan setting tidak hanya menampilkan lokasi, tempat, dan waktu. Adat
istiadat dan kebiasaan hidup dapat tampil sebagai setting. Adapun pengertian
latar yaitu tempat terjadinya peristiwa dalam cerita suatu waktu tertentu.
Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa latar
adalah suatu keadaan ataupun suasana yang melatarbelakangi suatu peristiwa yang
terjadi dalam suatu cerita, termasuk di dalam waktu, ruang, dan tempat serta
lingkungan sosial. Selain waktu, tempat, dan lokasi dan kebiasaan hidup dapat
tampil sebagai setting.
f.
Bahasa
Bahasa merupakan
sarana pengungkapan sastra. Untuk memperoleh efektivitas pengungkapan, bahasa
dalam sastra disiasati, dimanipulasi, dan didayagunakan secermat mungkin
sehingga berbeda dengan bahasa nonsastra.
Hal ini sesuai
dengan pendapat Nurgiyantoro (1994: 273) yang menyatakan bahwa pada umumnya
bahasa yang ada dalam karya sastra berbeda dengan bahasa nonsastra. Bahasa yang
digunakan mengandung unsur emotif dan bersifat konotif.
Supomo (dalam
Herman. J. Waluyo, 2002: 217) menyebut adanya ragam bahasa sastra ditimbulkan
oleh suasana hati yang haru, terpesona, trenyuh dan sebagainya. Ragam sastra
bertujuan untuk menimbulkan kesan yang sama kepada pembaca. Dengan kata lain,
faktor emotif sangat kuat dalam ragam bahasa sastra. Namun sifat konotif dan
emotif itu berbeda-beda antara prosa, puisi, dan drama. Meskipun ketiga genre
sastra tersebut mempunyai sifat konotatif dan emotif, namun cerita rekaan
dianggap sifat konotatif dan emotifnya lebih rendah daripada puisi.
Dari uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa pengarang mengungkapkan unsur-unsur pembangun
cerita dengan media bahasa. Jadi bahasa adalah sarana penghubung antara
pengarang dengan pembaca dalam menyampaikan maksud dari isi karyanya.
g.
Amanat
Sebuah karya sastra
tentulah menyiratkan amanat bagi pembacanya. Definisi amanat menurut Sudjiman
(1988: 57) adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang. Wujud amanat dapat berupa jalan keluar yang diajukan pengarang
terhadap permasalahan dalam cerita.
Pendapat senada
dikemukakan oleh Hartoko dan Rahmanto (1985: 10) yang menyatakan bahwa amanat
adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang lewat karyanya kepada pembaca
atau pendengar. Amanat diartikan pula sebagai pesan, berupa ide, gagasan,
ajaran moral, dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan pengarang
lewat cerita baik eksplisit maupun implisit.
Bertolak dari pendapat di atas, dapat disimpulkan amanat
adalah pesan moral yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca baik secara
implisit maupun eksplisit.
1.
Unsur-unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik
adalah unsur-unsur yang ada di luar karya sastra yang secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus
unsur ekstrinsik dapat dikatakan sebagai unsurunsur yang mempengaruhi bangunan
cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur
ekstrinsik tersebut ikut berpengaruh terhadap totalitas sebuah karya sastra.
Wellek dan warren
(dalam Herman. J. Waluyo, 2002: 61) menyebutkan ada empat faktor ekstrinsik
yang saling berkaitan dalam karya sastra yakni:
(1)
Biografi Pengarang: Bahwa karya
seorang pengarang tidak akan lepas dari pengarangnya. Karya-karya tersebut
dapat ditelusuri melalui biografinya.
(2)
Psikologis (Proses Kreatif):
Adalah aktivitas psikologis pengarang pada waktu menciptakan karyanya terutama
dalam penciptaan tokoh dan wataknya.
(3)
Strukturalismes (kemasyarakatan)
sosial budaya masyarakat diasumsikan. bahwa cerita rekaan adalah potret atau
cermin kehidupan masyarakat. Yang dimaksud dengan kehidupan sosial adalah
profesi atau institusi, problem hubungan sosial, adat istiadat antarhubungan
manusia satu dengan lainnya, dan sebagainya.
(4)
Filosofis: bahwa pengarang
menganut aliran filsafat aliran tertentu dalam berkarya seni. Dengan aliran
filsafat yang dianut oleh pengarang itu berkarya, pembaca akan lebih mudah
menangkap makna karya sastra tersebut. Faktor biografi, psikologis,
Strukturalismes, dan filosofis itu tidak dapat dianalisis secara terpisah dalam
karya sastra itu begitu komplek dan terpadu. Keempat faktor tersebut mungkin
dapat juga dikaitkan dengan faktor religius.
2.2
Sistem
Nilai
Sistem nilai-nilai moral meliputi tiga yaitu (1) nilai moral yang
berkaitan dengan tanggung jawab (2) nilai moral yang berkaitan dengan hati
nurani, (3) nilai moral yang berkaitan dengan kewajiban. Untuk menunjang
penelitian ini, penulis melengkapi dengan berbagai teori atau pendapat yag dianggap
berhubungan dengan pokok kajian atau masalah. Sesuai dengan tujuan yang ingin
penulis uraikan yaitu Analisis Nilai Moral dalam Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2”
Karya Habiburrahman El Shirazy. Teori-teori yang akan penulis paparkan
adalah nilai moral yang berkaitan dengan (1) tanggung jawab (2) hati nurani (3)
kewajiban dalam novel yang dibahas.
2.2.1
Nilai-nilai
Moral
Nilai moral akan mengatur sikap hidup tentang
hal yang baik dan yang buruk. Ini berarti bahwa kesadaran moral didasarkan
pesan-pesan esensial fundamental di mana pelaku manusia akan selalu
direalisasikan semestinya kepada siapa dan di mana saja, walaupu tidak ada
orang yang mengetahuinya moral menjadi acuan setiap prilaku manusia. (Kohlberg
dalam Asri, 2008:25 )
mengatakan :
Penalaran
moral menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan, dari pada
sekedar arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut
baik atau buruk. Seterusnya juga tidak memusatkan perhatian pada pernyataan
(statement) orang tentang apakah tindakan tertentu itu benar atau salah. Alasannya,
seseorang dewasa atau
anak kecil mungkin
akan mengatakan sesuatu yang sama, maka di sini tidak tampak adanya
perbedaan antara keduanya. Apa yang berbeda dalam kematangan moral adalah pada
penalaran yang diberikannya terhadap sesuatu hal yang benar atau salah.
Dalam aspek penggunaan bahasanya pula, moral
karya satra dapat dilihat dari sudut penggunaannya, menurut Sikana ( 1986:79 )
:
Moral
karya sastra dapat dilihat dari sudut penggunaannya unsur dramatik aforisme, kata-kata
hikmat, ungkapan-ungkapan bernas;
malah kadang-kadang dimasukkan
khutbah atau hadis Nabi dan ayat suci al-Quran. Dari pada penerapan
bahasa begitu, mudah
saja bagi seseorang
mengkritik mendapatkan unsur pengajaran dalam karya tersebut , tetapi
penulis -penulis modern yang terkemudian, tidak lagi menerima gaya sedemikian,
stail sudah cukup bersahaja dan penyuguhan unsur pendidikan juga dilakukan
secara sederhana dan halus.
Dasar
Nilai-nilai Moral merupakan dasar
hidup untuk menentukan tindakan
hati nurani manusia
berbuat dalam mencapai tujuan, yang mencakup keyakinan, kepercayaan, dan
agama. Lebih jauh
norma dasar moral akan menghasilkan tindakan baik dan
buruk. Dalam hal ini novel sebagai salah satu karya sastra akan mencerminkan
atau mengandung pesan-pesan moral suatu masyarakat. Nurul ( 2008:19 )
mengatakan :
Nilai
Moral berusaha untuk mengembangkan pola
prilaku seseorang sesuai dengan
kehendak masyarakatnya. Kehendak
ini berwujud moralitas
atau kesusilaan yang berisi nilai-nilai dan kehidupan yang berada dalam
masyarakat. Karena menyangkut dua aspek inilah, yaitu (a.) nilai-nilai, dan
(b.) kehidupan nyata, maka Nilai Moral lebih banyak membahas masalah dilemma (seperti
makan buah simalakama) yang berguna untuk mengambil keputusan moral yang
terbaik bagi diri dan masyarakat.
Moral dalam masyarakat merupakan pembawaan
yang lahir dari manusia dan selama berabad-abad telah menjadi ukuran tingkah
laku moral dari manusia biasa, membenarkan sifat-sifat tertentu dan mencela
sifat-sifat lainya. Hamid ( 2007:50 ) mengatakan :
Dari
segi etimologi perkataan
moral berasal dari bahasa latin yaitu ‘mores’ yang berasal dari suku kata
‘mos’. Mores berarti adat-istiadat, kelakuan, tabiat, watak, aklak,, yang
kemudian artinya berkembang menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku
yang baik, susila. Moralitas berarti yang mengenai kesusilaan (kesopanan,
sopan-santun, keadaban) orang yang susila adalah orang yang baik budi
bahasanya.
Relativitas moral menunjukkan kenyataan bahwa
norma-norma moral yang berlaku dalam berbagai kebudayaan dan masyarakat tidak
sama satu dengan yang lainya. Dasar pemikiran adalah pesan-pesan budaya (yang
menjadi salah satu sumber moral) berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya,
maka norma-norma moralnya pun berbeda-beda, hal ini dinamakan relativitas
cultural atau relativitas deskriptif. Hamidy ( 2007:50 ) mengatakan :
Value atau
nilai berasal dari
bahasa latin, ‘valere’ secara
harfiah berarti baik/buruk yang
kemudian artinya diperluas
menjadi segala sesuatu
yang disenangi, diinginkan, dicita-citakan dan disepakati. Nilai berada
dalam hati nurani dan pikiran sebagai suatu keyakinan atau kepercayaan. Nilai
harus dibina terus-menerus karena nilai merupakan aspek masalah kewajiban yang
timbul tenggelam atau pasang surut.
Pengertian
nilai moral adalah baik
buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, ahklak, budi pekerti dan susila. Pengertian moral juga bukan
memandang bahwa pesan-pesan moral bukan hanya semacam santunan atau etika
belaka. Nilai-nilai moral adalah
pesan-pesan yang berpangkal dari pesan-pesan tentang kemanusiaan, tentang
pesan-pesan baik dan buruk yang universal. Hamid (2007:4) mengatakan :
Konsep pendidikan
nilai berkaitan erat dengan kebaikan, yang ada dalam suatu objek-subjek. Boleh
jadi suatu objek-objek itu baik tetapi tidak bernilai bagi seseorang dalam
suatu konteks peristiwa tertentu. Sebagai contoh misalnya pakaian indah itu
baik, tetapi bagi seseorang yang kandas kepalanya dan terkatung-katung ditengah
lautan luas, maka
pakaian indah itu tidak memberikan makna nilai apa-apa. Jadi
kebaikan itu lebih melekat pada ‘objek-nya, atau pada konteknya sedang nilai
lebih menunjukkan pada sikap seseorang terhadap sesuatu yang baik. Ada nilai
yang dikejar sebagai sarana (nilai medial), ada pula nilai yang dikejar demi
harganya sendiri (nilai final). Selanjutnya nilai-nilai universal berlaku bagi
seluruh umat manusia bilamana dan dimanapun seperti hak asasi manusia, adapula
nilai-nilai partikular hanya berlaku bagi kelompok manusia
tertentu atau dalam
kesempatan-kesempatan tertentu,
misalnya “nilai sebuah tutur kata”. Nilai-nilai abadi berlaku kapanpun dan
dimanapun seperti kebebasan beragama, yang berarti bahwa semua manusia bebas
dari paksaan baik dari perseorangan maupundari kelompok sosial atau suatu
kekuatan manusiawi, sehingga tak seorang pun boleh dipaksakan untuk bertindak
bertentangan dengan imanya.
Kholberg (dalam Asri, 2008:25 )
mengatakan “Penalaran moral dipandang sebagai suatu stuktur pemikiran bukan isi”. Dengan demikian penalaran moral bukanlah
tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir
sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk”. Jadi penalaran
adalah suatu yang dihasilkan dari pemikiran sendiri, baik itu dalam pemikiran
yang baik ataupun y ang buruk, semua itu lahir dan keluar
sendirinya dari pikiran kita.
Nilai moral tidak bisa dipisahkan dari
nilia-nilai lainnya, karena setiap nilai akan berhubungan dengan moral.
Mempelajari ciri-ciri moral akan mengarahkan kita untuk meneliti karya sastra
khususnya masalah pendekatan moral. Pendekatan
yang sering di pergunakan dalam
sebuah novel adalah pendekatan moral, menurut Sidi dan Jeck (Mana
Sikana, 1986:70) mengatakan :
Dalam
pengertian filsafat, moral ialah suatu konsep yang telah dirumuskan oleh sebuah
komuniti, sosial atau budaya bagi menentukan kebaikan dan keburukan, ia
merupakan suatu norma tentang kehidupan yang diberi kedudukan istimewa dalam
kegiatan sebuah komuniti, sosial atau budaya itu. Tegasnya, norma ialah yang
menentukan gerak kerja ahli-ahlinya dan biasanya berlandaskan suatu yang mulia,
dihargai dan mempunyai prestij.
2.2.1.1
Nilai-nilai
Moral yang Berkaitan dengan Tanggung
Jawab
Nilai moral yang berkaitan dengan tanggung
jawab maksudnya nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia yang mempunyai
rasa tanggung jawab yang besar, yaitu seseorang yang tidak boleh mengelak bila
diminta penjelasan tentang suatu penjelasan. Menurut Bertens ( 1993:125 )
“Nilai moral yang berkaitan dengan tanggung jawab adalah bahwa orang tidak boleh
menolak bila diminta penjelasan tentang perbuatanya.” Contoh menjaga
kehormatan, menempati janji yang telah diucapkanya.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang
bertanggung jawab, karena manusia
merupakan makhluk individual,
makhluk sosial, dan
makhluk Tuhan. Manusia memiliki
tuntunan untuk bertanggung jawab. Menurut Djoko (2008:144) “tanggung jawab
adalah kesadaran manusia akan tingkah lakunya atau perbuatanya yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai
perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Dari segi filsafat, suatu tanggung jawab itu
setidaknya didukung oleh tiga unsur atau dimensi. Menurut Nurgiyantoro (1997:47) “Tiga unsur tersebut: adalah kesadaran, kecintaan atau
kesukaan, dan keberanian”. Manusia merupakan makluk sosial
yang tidak dapat hidup sendirian, tetapi membutuhkan orang lain dalam
kehidupanya. Manusia merupakan makhluk individual, artinya manusia harus bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri.
Contoh tangung jawab
·
Bila kita seorang mahasiswa, tanggung jawab kita adalah belajar. Bila
kita belajar, maka hal itu berarti kita telah bertanggung jawab atas diri kita
sendiri.
·
Kita seorang anak, mempunyai tanggung jawab membersihkan rumah setiap
minggu, bila kita melakukannya, maka kita sudah bertanggung jawab.
·
Kita melakukan kesalahan,
maka kita harus
bertanggung jawab dengan masalah yang kita lakukan, ini berarti
kita sudah bertanggung jawab.
·
Kita sebagai seorang suami bertanggung jawab untuk menafkai istri dan
anak-anak kita. Jika itu kita jalankan maka kita adalah seorang yang
bertanggung jawab.
2.2.1.2
Nilai-Nilai
Moral yang Berkaitan dengan Hati Nurani
Sejarah kebangkitan Orde
Baru, kita mengenal
hati nurani. Burhanudin (1997:125) mengatakan:
Hati
nurani dalam tritura Indonesia adalah budi manusia sepanjang menemukan semua
hal-hal atau kebenaran-kebenaran yang universal yang di mana pun dan pada
bangsa mana pun sama, karena hati nurani manusia bersarang pada kemanusiaan
yang sama pada setiap orang dan bangsa di dunia”.
Hati nurani menyatakan tentang baik dan buruk
yang berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Burhanudin (1997:131)
berpendapat, “Hati nurani manusia dalam hubungan susila budi manusia sepanjang
memberikan pengertian tentang baik dan buruknya perbuatan yang akan dan sudah
dilaksanakan, pengertian memberikan kelimpahan rasa perasaan kepada manusia
setelah perbuatan terjadi”.
Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan
merupakan imbauan hati nurani, jika seseorang tidak mengikuti hati nuraninya maka
seseorang tersebut dianggap telah menghancurkan integritas pribadinya.
Maksudnya telah menghancurkan sifat atau keadaan yang menunjukan kesatuan yang
utuh memancarkan kewibawaan.
Contoh hati nurani :
·
Kita melakukan kekerasan, dan kita menyadarinya kalau itu tidak baik.
Maka kita dikatakan memiliki hati nurani.
·
Jika kita mengiklaskan sesuatu, untuk kebahagiaan orang lain, maka kita memiliki
hati nurani.
·
Kita harus mencintai dan menyayangi anak yatim, dan memberikan sebagian
harta kita untuknya, walaupun penghasilan kita hanya sedikit, ini berarti kita
telah memiliki hati nurani.
2.2.1.3
Nilai-nilai
Moral yang Berkaitan dengan Kewajiban
Kewajiban adalah sesuatu yang harus kita
lakukan terhadap diri kita sendiri. Burhanudin (1997:192) mengatakan, “Setiap
manusia mempunyai kewajiban moral terhadap dirinya sendiri, antara lain :
menjaga kesucian diri, baik jasmaniah maupun rohaniah. Menjaga kerapian diri,
di samping kebersihan rohani dan jasmani. Berlaku tenang (tidak terburu-buru),
ketenangan dalam sikap”.
Kewajiban yang kita miliki terhadap diri
sendiri tidak terlepas dari hubungan kita dengan orang lain, karena kewajiban
kita tidak hanya pada diri sendiri tapi kewajiban kita pada orang tua, kepada
Tuhannya, kepada
Rosulullah, kepada tetangga dan kepada suami atau istri kita. Bertens
(2004:197) mengatakan “Etika kewajiban mempelajari prinsip-prinsip dan
aturan-aturan moral yang berlaku untuk perbuatan kita”. Etika ini menunjukkan norma-norma dan
prinsip-prinsip mana yang perlu diterapkan dalam hidup
.
Contoh kewajiban :
·
Sebagai orang beragama, kita mempunyai kewajiban kepada Tuhan untuk beriman,
taat,iklas, tawakal,dan tobat.
·
Kita sebagai seorang istri harus selalu taat kepada suami, selama taatnya
masih di jalan Allah.
·
Kita sebagai seorang
anak, harus memiliki
kewajiban untuk mematuhi perkataan orang tua, menjaganya saat
dia sakit dan menyayanginya.
Prinsip relativitas moral yang kultural
mengatakan bahwa semua kepercayaan dan prinsip moral bersifat relatif bagi
setiap kebudayaaan dan pribadi, ini didasarkan bahwa baik dan burukya suatu
tindakan berbeda antara tempat yang satu dengan tempat yang lainya, dan tidak
adanya tolak ukur yang baku dan absolut
serta universal bagi semua orang kapan saja dan dimana saja. Baik dan
buruknya suatu tindakan bergantung pada keyakinan pribadi dan budayaanya
tertentu : contoh bersalaman orang barat berbeda dengan orang timur. Pada pola
piker demikian, tolak ukur moral dilihat hanya sebagai produk sejarah yang
dilestarikan melalui adat kebiasaan. Hal ini berarti bahwa ukuran moral itu
bias berubah ubah sesuai dengan perkembangan sejarah dan kebudayaan. Pendekatan yang sering di angkat dalam sebuah novel
adalah pendekatan moral, menurut Sidi dan Jeck (Mana Sikana, 1986:70 ) :
Dalam pengertian
filsafat, moral ialah suatu konsep yang telah dirumuskan oleh sebuah komuniti,
sosial atau budaya bagi menentukan kebaikan dan keburukan, ia merupakan suatu norma tentang
kehidupan yang diberi kedudukan istimewa dalam kegiatan
sebuah komuniti, sosial atau budaya itu. Tegasnya, norma
ialah yang menentukan
gerak kerja ahli-ahlinya
dan biasanya berlandaskan suatu yang mulia, dihargai dan mempunyai
prestij.
Nilai moral dalam sebuah karya sastra tidak luput dari pengetahuan dan
pengertian pengaranggnya tentang moral. Pada hakikatnya, nilai berpangkal pada
norma, sebab hanya degan berpijak kepada norma kita dapat memperoleh nilai. Dari
sekian banyak pengertian tentang moral yang dikemukaan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa moral adalah sistem pesan yang mengatur bagaimana manusia
harus bersikap baik dalam kehidupanya. Artinya moral selalu menjadi acauan yang
mendasari setiap sepak terjang manusia agar tidak lepas kontrol dalam berbuat
dan bersikap.
2.3
Penelitian Sebelumnya yang Relevan
Penelitian yang
berkaitan dengan nilai-nilai dalam sebuah karya sastra khususnya nilai moral sudah
pernah diteliti sebelumnya, diantaranya
ialah seperti:
1.
Darmi Devi, Program Studi Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Islam Riau tahun 2006, yang judulnya Analisis
Moralitas Puisi-puisi Modern dalam Majalah Horison Edisi Januari Tahun 2006.
Dalam penelitian
ini Darma Devi, membahas tiga masalah, yaitu (1) nilai moral yang berkaitan
dengan tanggung jawab, (2) nilai moral yang berkaitan dengan hati nurai, (3)
nilai moral yang berkaitan dengan kewajiban.
2.
Dewi Sasmita , Program Studi
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Riau tahun 2010, dengan judul
Analisis Nilai-nilai Moral Dalam Novel Kidung Karya Mohamad Sobary.
Dalam penelitian
yang dilakukan Dewi Sasmita, peneliti membahas tiga masalah, yaitu (1)
bagaimanakah moral yang berkaitan dengan
tanggung jawab, (2) nilai moral yang berkaitan dengan hati nurani, (3) nilai
moral yang berkaitan dengan kewajiban. Hasil penelitian Darma Devi hanya
membahas moralitas puisi-puisi modern yang terdapat dalam sebuah Majalah
Horison. Penelitian Dewi Sasmita hanya membahas nilai-nilai moral yang terdapat
dalam sebuah novel. Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini
adalah dari segi judul, objek kajiannya, seting cerita, dan novel yang berbeda,
masalah penelitian ini juga membahas tiga masalah yaitu (1) nilai moral yang
berkaitan dengan tanggung jawab, (2) nilai moral yang berkaitan dengan hati
nurani, (3) nilai moral yang berkaitan dengan kewajiban. Dengan demikian maka
penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian lanjutan.
2.4
Analisis Nilai Moral dalam Novel Ketika Cinta
Bertasbih 2
Penelitian ini adalah kualitatif bersifat deskriptif,
karena data hasil penelitian dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka,
tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang
sedang dikaji secara empiris.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan hermeneutik dan content analysis (analisis isi). Pendekatan
hermeneutik adalah pendekatan yang memberikan tafsiran terhadap teks sastra
yang berkenaan dengan aspek, kandungan ataupun unsur yang membangun karya
sastra. Jadi teks sastra yang dianalisis adalah teks-teks sastra yang berhubungan
dengan unsur-unsur atau kandungan yang ada dalam novel tersebut. Sedangkan
Content analysis (analisis isi) adalah teknik yang digunakan untuk menarik
kesimpulan melalui usaha
untuk menemukan karakteristik
amanat, yang penggarapannya dilakukan dengan cara objektifitas dan sistematis.
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis
diharapkan dapat menunjukkan bahwa novel Ketika Cinta Bertasbih 2 Karya
Habiburrahman El Shirazy ini mengandung tiga ciri-ciri moral, yaitu : nilai
moral yang berkaitan dengan tanggung jawab, hati nurani dan kewajiban.
Teori yang
digunakan untuk penelitian ini adalah
Bertens 1993, Bestens 2004, Burhanuddin Salam 1997, UU. Hamidy 1993, Frans
Magnis Suseno 1989, dan Nurul Zuriah 2008.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Pendekatan dan Jenis Penelitian
3.1.1
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hermeneutik dan
content analysis (analisis isi). Hermeneutik merupakan ilmu
atau teknik untuk
memahami karya sastra
dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut artiannya. Cara
kerja dari hermeneutik
itu sendiri adalah
dengan memahami keseluruhan yang
berdasarkan pada unsur-unsur
pembentuk dan pemahaman terhadap
unsur-unsur pembentuk yang berdasarkan pada keseluruhannya.
Menurut
Endraswara (2003: 42), ia menyatakan bahwa:
Studi
sastra mengenal hermeneutik sebagai tafsir sastra. Hermeneutik merupakan sebuah paradigma yang
berusaha menafsirkan teks atas dasar logika linguistik, yang akan dapat membuat
penjelasan teks sastra dan pemahaman makna dengan menggunakan makna kata dan
selanjutnya makna bahasa.
Makna kata lebih berhubungan
dengan konsep semantik teks sastra dan makna bahasa lebih bersifat kultural.
Makna kata akan membantu pemahaman makna bahasa. Oleh karena itu, dari
kata-kata akan tercermin makna kultural teks sastra”.
Dari pendapat di atas, maka
pendekatan hermeneutik adalah pendekatan yang memberikan tafsiran terhadap teks
sastra yang berkenaan dengan aspek, kandungan ataupun unsur yang
membangun karya sastra. Jadi teks sastra yang dianalisis adalah teks-teks
sastra yang berhubungan dengan unsur-unsur atau kandungan yang ada dalam “Ketika
Cinta Bertasbih 2”
karya Habiburahman El-Shirazy, khususnya kandungan nilai moralnya.
Content analysis (analisis isi)
adalah teknik yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui
usaha untuk menemukan karakteristik amanat, yang
penggarapannya dilakukan dengan cara objektifitas dan sistematis.
Analisis isi digunakan untuk mengungkap kandungan nilai-nilai tertentu
dalam karya sastra dengan memperhatikan konteks yang ada. Dalam sebuah karya
sastra, analisis isi mempunyai
fungsi untuk mengungkap
makna simbolik yang tersamar.
3.1.2
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif bersifat deskriptif,
karena data hasil
penelitian dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka,
tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang
sedang dikaji secara empiris.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ratna (2009:47), ia mengungkapkan bahwa ”Penelitian
kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah yaitu data dalam
hubungannya dengan konteks keberadaannya”. Objek penelitian bukan gejala sosial
sebagai bentuk substantif melainkan makna-makna yang terkandung dibalik
tindakan yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut. Dalam hubungan
inilah pendekatan kualitatif dianggap sama dengan pemahaman. Sesuai dengan
namanya, pendekatan ini mempertahankan nilai-nilai sehingga pendekatan ini
dipertentangkan dengan pendekatan kualitatif yang berarti bebas nilai.
3.2
Sumber Data
Dalam penelitian
ini, sumber data yang digunakan adalah dari berbagai sumber yang relevan dengan
pembahasan skripsi. Adapun sumber data terdiri dari dua macam, yaitu:
1.
Data Primer, merupakan sumber
utama dari penelitian ini, yaitu Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habiburahman El-Shirazy.
2.
Data Sekunder, yaitu berbagai
literatur yang relevan dengan objek penelitian, baik berupa
transkip, buku, artikel
di surat kabar, majalah, tabloid, website, multiply,
dan blog di internet.
3.3
Teknik Pengumpulan Data
Langkah-langkah
pengumpulan data dalam penelitian hermeneutik dan Content analysis (analisis isi)
ini adalah sebagai berikut:
1.
Peneliti membaca
dan memahami Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habiburahman El-Shirazy.
2.
Peneliti memberi
kode dan mencatat teks-teks yang menunjukkan nilai moral dalam novel tersebut.
3.
Peneliti
mengumpulkan kutipan yang menunjukkan nilai moral dalam novel
tersebut.
4.
Peneliti menganalisis kutipan yang telah dikumpulkan, untuk kemudian
menyimpulkannya.
5.
Peneliti menuangkan
hasil penelitian ke dalam sebuah tulisan atau skripsi dengan judul ”Analisis Nilai Moral dalam
Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habiburahman El-Shirazy”.
3.4
Korpus Data
3.4.1
Tabel Nilai Moral yang Berkaitan dengan
Tanggung Jawab
Kode Data
|
Data
|
Deskripsi
|
KCB2. NMTj. 01:K1
|
|
|
3.4.2
Tabel Nilai Moral yang Berkaitan dengan Hati
Nurani
Kode Data
|
Data
|
Deskripsi
|
KCB2. NMHn. 01:K1
|
|
|
3.4.3
Tabel Nilai Moral yang Berkaitan dengan
Kewajiban
Kode Data
|
Data
|
Deskripsi
|
KCB2. NMK. 01:K1
|
|
|
3.5
Teknik Analisis Data
Data dalam
penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik analisis secara kualitatif
yaitu menganalisis Nilai Moral dalam Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habiburahman
El-Shirazy. Menurut Sugiono (2009: 337), ia mengungkapkan bahwa ”Analisis data
dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung
dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu”.
Data tersebut
dianalisis dengan menggunakan teori Miles dan Huberman. Miles dan Huberman
(Sugiono 2009: 337), mengemukakan bahwa “Aktifitas dalam analisis kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas
sehingga datanya sudah jenuh”. Aktifitas dalam analisis data yaitu mereduksi
data, menyajikan data dan menyimpulkan data.
Adapun
langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
3.5.1
Mereduksi Data
Tahap mereduksi
data merupakan tahap awal dalam penganalisisan data dalam penelitian. Mereduksi
berarti kegiatan menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan semua data yang
telah diperoleh. Dalam penelitian ini, data yang direduksi adalah Nilai Moral
dalam Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habiburahman El-Shirazy.
3.5.2
Menyajikan Data
Menyajikan data
merupakan tahap yang dilakukan setelah pelaksanaan reduksi. Dalam penelitian
kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dengan cara pengorganisasian dari
hasil reduksi data dengan cara menyusun sekumpulan informasi yang telah
diperoleh dari hasil reduksi. Hal ini diharapkan dapat memberi kemungkinan menarik kesimpulan. Dalam
menganalisis Nilai Moral dalam Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habiburahman
El-Shirazy adalah menyajikan tulisan yang menunjukkan atau menjurus kepada Nilai
Moral dalam tersebut.
3.5.3
Verifikasi
Langkah ketiga
adalah verifikasi, yaitu langkah yang dilakukan untuk menguji kebenaran dan
mencocokkan makna-makna yang muncul dari data. Pengujian dan pencocokan
makna-makna yang muncul diharapkan dapat menjadi temuan baru yang sebelumnya
pernah ada, temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang masih
remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.
3.6
Tahap-tahap Penelitian
Adapun
tahap-tahap yang dilaksanakan dalam jenis penelitian hermeneutik dan content
analisis ini adalah:
3.6.1
Tahap
Persiapan
Dalam tahap persiapan penelitian ini, kegiatan yang
dilakukan oleh peneliti adalah membaca Novel
“Ketika Cinta
Bertasbih 2” Habibur
Rahman El-Shirazy.
3.6.2
Tahap
Pelaksanaan
Dalam tahap ini, peneliti mengelompokkan data yang mengarah
pada nilai moral
yang terdapat dalam Novel
“Ketika
Cinta Bertasbih 2” karya HabiburRahman El-Shirazy.
3.6.3
Tahap
Refleksi
Dalam tahap refleksi, yang dilakukan peneliti adalah
menganalisis data-data yang diperoleh dalam Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habibur Rahman El-Shirazy, lalu menganalisis nilai moral dan disimpulkan.
3.7
Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan
keabsahan data merupakan hal yang penting dalam penelitian, untuk mengecek
keabsahan data maka teknik yang digunakan adalah teknik kriteria kepercayaan
yang dikembangkan oleh Moleong (2010: 330), yaitu:
1.
Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data tersebut.
2.
Ketekunan pengamatan,
dilakukan pengamat dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti, rinci, dan
terus menerus selama kegiatan analisis terhadap nilai moral novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habiburahman
El-Shirazy, sehingga didapatkan hasil
penelitian yang tepat dan sesuai.
3.
Pemeriksaan sejawat,
yaitu mendeskripsikan proses dan hasil penelitian dengan pembimbing, teman
sejawat, dan dosen yang memiliki pengetahuan mengenai judul penulis.
Maka,
jelas bahwa melalui triangulasi, ketekunan
pengamatan dan pemeriksaan sejawatlah keabsahan data tentang nilai moral
dalam Novel “Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Habiburahman
El-Shirazy dapat dibuktikan keabsahan datanya.
Comments
Post a Comment