Entri yang Diunggulkan

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI ANTAR SANTRI PON-PES RAUDLATUL ULUM I (Kajian Sosiolinguistik)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1                    Bentuk-bentuk Alih Kode Bentuk alih kode bahasa Madura ke dalam bahasa Indonesia yang ditemukan berupa kalimat antara lain kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat seru dan kalimat berita. 4.1.1         Alih Kode Kalimat Berita Alih kode struktur kalimat berita pada penelitian ini terdiri atas beberapa jenis  kalimat,  antara lain struktur kalimat aktif dan pasif. Struktur kalimat berita yang berbentuk kalimat aktif dan pasif banyak ditemui dalam percakapan yang   dilakukan antara petugas jam belajar pesantren dengan santri di waktu jam belajar berlangsung. Hal tersebut dapat diamati berikut ini: (4. 1 .1/ Ak.1) Santri           : Untuk pembacaan . Ustadzah    : Sudah? Kalo sudah sekarang, jelaskan tentan...

CERPEN KENANGAN



DUA MAWAR YANG LAYU
Disore yang indah setelah selesai mengaji di masjid kami pulang bersama sama ke rumah kami. Aku sangat bahagia waktu itu karena salah satu sahabat karibku telah lulus UAN. Dia telah  menyelesaikan pendidikannya di MI. Pada  sore itu dia mengundang  aku dan Nisa kerumahnya karena dia mengadakan tasyakkuran atas kelulusannya. Pada malam harinya dia berkata pada kami.
 kak Ahmad, mbak Nisa, besok aku akan pergi kepasar bersama ayah, aku mau beli sepatu baru.
“Kira kira kamu mau beli sepatu apa Wi?” Tanyaku,
“aku mau beli sepatu Newera warna hitam”. Jawab Dewi.
“Kenapa warna hitam?” tanya Nisa.
“Karena kalau hitam gak mudah kotor”.
Setelah berbicara panjang lebar aku dan Nisa pamit pulang karena waktu sudah larut malam.
Pada pagi yang sangat cerah, sebelum pergi Dewi masih sempat pamit padaku. Dia berkata padaku “ aku pergi ya kak, jaga diri kakak baik baik dan aku titip ibu ya kak”! Aku pun menjawab dengan tenang,” iya sayang! Tanpa kamu minta pun aku akan jaga diriku dan juga bibik, kamu juga jaga diri jangan ngebut”. Ternyata itu adalah kata kata dan hari terakhirnya denganku. Dua jam kemudian aku mendapat telpon dari ayahnya, “Ahmad, tolong bilang pada bibik Rahmah kalau kami kecelakaan, dan sekarang kami berada di R.S Yarsi, keadaan Dewi sangat parah, dia kritis”. aku pun langsung panik mendengar kabar itu, apalagi setelah aku tahu kalau keadaan Dewi sangat parah. Setelah aku memberi tahu bibik Rahmah aku langsung berangkat ke R.S Yarsi. Setelah aku sampai disana, aku langsung ke UGD tempat Dewi dirawat. Tangis pun tak dapat ditahan ketika aku melihat Dewi, seluruh kepalanya dililit dengan perban. Kurang lebih satu jam aku disana akhirnya Dewi siuman. “Kak Ahamad”! kata pertama yang diucapkan Dewi ketika dia siuman. “ada apa Wi?” tanyaku. Dengan terbata bata dia berkata,
“dimana ayah kak?”
“Ayah disini nak”. Jawab ayahnya dari depan pintu.
Dengan suara yang terputus putus Dewi berkata,
“ ayah maafkan Dewi ya! Kalau selama ini Dewi banyak salah”.
“Iya nak sebelum kamu minta maaf ayah sudah memaafkan kamu”,  jawab ayahnya.
“Kak Ahmad maafkan Dewi ya kak!  Selama ini Dewi sudah sering bikin kakak susah dan kesal”.
“Sebelum kamu minta maaf aku sudah memaafkan kamu”.
Sesaat Dewi diam, dia melihat kesekelilingnya dan dia bicara lagi,
“dimana mbak Nisa kak? Kok aku ngak melihatnya?”
“Dia sedang ada lomba di sekolahnya”. Jawab ku.
“Dan aku sengaja tidak memberi tahunya kalau kamu kecelakaan biar dia ngak kaget dan akhirnya dia tidak bisa konsentrasi pada lomba yang diikutinya dan kakak juga tidak sempat untuk memberi tahu dia”.
Dewi berkata lagi.” Tolong sampaikan permintaan maafku pada dia ya kak!”
“Kenapa tidak kamu saja yang minta maaf sendiri pada dia?” Timpalku.
“Karena mungkin aku tidak akan lama lagi hidup di dunia ini”. Kata Dewi.
“Kamu ini bicara apa Wi? Kamu akan sembuh, kamu akan berkumpul lagi bersama kami. Bukankah kamu pernah berjanji padaku kalau kamu akan menemaniku sampai kita tua?”
“Maafkan aku kak, aku tidak bisa memenuhi janji ku. Kak! Aku titip salam pada semua temanku ya kak! Sampaikan permintaan maafku pada mereka kalau selama ini aku banyak salah pada mereka”.
Tangis pun tak dapat ditahan. Semua yang ada di ruangan itu ikut menangis. Beberapa saat kemudian dengan nafas tersendat sendat Dewi berkata padaku, “kak tolong tuntun aku mengucapkan dua kalimat syahadat, aku sudah tidak kuat lagi”. Dengan beruraian air mata aku menuntunnya mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ikuti kata kataku ya! “ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADURRASULULLAH”.
Seteleh dia mengucapkan dua kalimat syahadat dia pun langsung menghembuskan nafas terakhir nya.

Setelah kau tiada barulah ku rasakan betapa berharganya hadirmu
Sungguh berat kurasakan hidup tanpa dirimu
Sungguh berat kurasakan kehilangan dirimu

Andaikan aku bisa mengulang waktu
Tak kan kusia siakan dirimu, Tak kan kubiarkan sesuatupan menyantuh apalagi menyakitimu
Akan ku jaga dan ku rawat dirimu setiap waktuku.
Tapi apalah dayaku? aku tak bisa lakukan itu, aku hanya insan biasa yang tak sanggup memutar waktu

Sesal hanya tinggal sesal, tangis hanya tinggal tangis
kau telah pergi tinggalkan aku dan takkan kembali lagi padaku.

Hancur lebur rasanya hidupku tatkala kau pegi dariku, Ingin aku menemuimu
ingin aku mengunjungimu
ingin aku menjemputmu.

Tapi apalah daya? aku tak sanggup lakukan itu, aku hanya bisa pasrah pada takdirku
aku hanya bisa berdoa untukmu
semoga Tuhan meridloimu
semoga Tuhan mengampunimu
dan mempersatukan aku disurga denganmu.
Dua bulan sudah berlalu setelah kepergian Dewi. Aku dan Nisa tetap melakukan kegiatan sehari hari kami dangan penuh canda tawa. Meski demikian dalam hatiku masih ada rasa rindu dan sedih atas kepergian Dewi. Tapi semua itu aku tepis, karena aku tidak sendirian masih ada Nisa di sisiku yang setia menemaniku. Kami selalu bermain bersama, berangkat sekolah bersama, dan mengaji bersama di masjid.
             Pada suatu ketika Nisa bilang padaku kalau dia ditembak oleh seseorang, tapi dia tolak,  aku pun tidak ambil pusing dengan masalah itu, karena aku yakin kalau dia tidak akan berpaling dariku. Aku dan Nisa sudah bersama sejak dia masih balita dan diantara kami sudah muncul rasa saling mengasihi sejak kami masih kanak kanak. Tapi siapa sangka kalau hal itu menjadi awal dari petaka baru yang akan menimpa kami. Satu minggu setelah kejadian itu Nisa jatuh sakit, badannya sangat panas dan kalau malam dia menggigil bahkan kadang kadang dia merintih kesakitan dibagian kepalanya. Sudah berbagai macam obat yang diberikan mulai dari obat tradisional sampai obat dari apotek  bahkan sudah dibawa kedokter, namun hasilnya tidak ada bahkan sakitnya makin parah.
Mawarku! Kenapa kau layu?
Sudah kubilang aku takmau kehilangan mawar lagi
Sudah kubilang cukup satu saja mawar yang terpendam
Cukup mawar kecil yang tak tahu apa apa
Jangan hukum lagi mawar mawar lain  yang ingin tumbuh
Tuhanku
Jika di jiwanya mengalir darah mawar,
 maka jangan hilamgkan, jangan lenyapkan
Tumbuhlah dengan cantik sesuai dengan harapan

Pada suatu ketika kakek ku datang bertamu kerumahku dalam rangka shilaturrahim. Aku pun tidak menyia nyiakan kesempatan, aku langsung menemui kakek dan minta bantuan padanya. Aku berkata pada kakek, “Nisa sakit keras kek! Sudah berbagai macam obat diberikan bahkan sudah dibawa ke dokter tapi tetap saja tidak ada hasilnya malah sakitnya makin parah. Jadi aku minta bantuan pada kakek untuk mengobatinya mungkin kalau kakek yang mengobatinya dia diberi kesembuhan oleh Allah”. Kakek pun bersedia mengobati Nisa. Setelah beberapa saat kakek mencoba mengobatinya hasilnya sama saja, bahkan kakek berkata padaku, “temanmu ini terkena guna guna tingkat tinggi, kakek tidak sanggup melawannya. Dia bisa sembuh kalau dibacakan surah Yasin oleh 51 kiyai sepuh secara bersamaan. Mendengar kata kata itu aku dan keluarga Nisa jadi sangat panik, karena tidak mungkin mengumpulkan kiyai sepuh sebanyak 51 orang yang ada hanya kiyai muda yang masih diragukan keilmuanya.
Satu bulan telah berlalu Nisa tetap saja tidak ada perubahan yang mengembirakan. Malahan dia semakin hari semakin lemah saja kondisinya. Meski pundemikian, dia tetap aktif menjalan kan shalat lima waktu tepat pada waktunya, tidak pernah dikodok bahkan dia sering mengingatkan aku untuk shalat.
Pada suatu ketika aku jadi sangat malas untuk pergi kesekolah, aku ingin sekali menemani Nisa, tapi Nisa menyuruhku untuk sekolah walaupun aku menolak dia tetap memaksaku untuk berangkat sekolah, tapi aku tetap enggan untuk berangkat sekolah karena aku tidak mau terjadi apa apa pada Nisa sedangkan aku tidak bersamanya. “percayalah kak! Tidak akan terjadi apa apa padaku” kata Nisa. Dengan berat hati akhirnya aku berangkat sekolah agar aku bisa menjadi orang yang pandai dan bisa menggapai cita citaku.
Pada siang itu setelah mengerjakan shalat zhuhur Nisa berbaring di tempat tidurnya. Tiba tiba dia merintih kesakitan sehingga seluruh keluarganya panik. Tidak lama kemudian dia berhenti merintih namun dari mulutnya terucap dua kalimat syahadat secara terus menerus sampai pada akhirnya dia tersenyum dan menghembuskan nafas terakhirnya.
Sesampainya di sekolah aku selalu teringat pada Nisa, aku tidak bisa konsentrasi pada pelaajaranku, aku takut terjadi apa apa pada Nisa. Untungnya guru yang akan mengajar di jam kedua dan ketiga tidak hadir. Aku tidak menyia nyiakan kesempatan. Aku langsung pulang setelah jam pertama selesai. Alangkah terkejutnya aku ketika aku sampai di depan rumah Nisa. Disana banyak orang berlalu lalang dan ada diantara mereka yang membaca yasin dan tahlil. Karena penasaran, aku bertanya pada salah seorang yang ada disana.
“ada apa ya pak? Kok disini banyak orang? Ada yang baca yasin dan tahlil”.
“Nisa pergi jawab orang itu”.
“Pergi kemana pak? Diakan sedang sakit”, tanyaku
“Nisa pergi ketempat yang sangat jauh dia pergi untuk selamanya”.  Setelah mendengar jawaban dari orang itu yang tak lain adalah ketua Rt disana, tubuhku langsung gemetar. Aku langsung berlutut didekat jasad Nisa sambil kupandangi wajahnya yang pucat dan penuh senyuman, kemudian aku menyentuh wajahnya yang dingin sambil berkata, “kenapa kau tinggalkan aku Nisa? Kenapa kau ingkari janjimu untuk menemaniku sampai kita tua? Nisa istirahatlah dengan tenang di alam sana. Semoga Allah mengampunimu.
Segala sesuatu selain Allah pasti akan rusak
Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati
Dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan
Tapi dimana ada perpisahan belum tentu ada pertemuan lagi
Itulah rumus kehidupan dunia

Setelah kepergian Nisa aku selalu menyendiri. Aku jadi pendiam walau sebenarnya aku bukan pendiam. Hari hari kulalui dengan penuh kesedihan, aku merasa gairah hidupku sudah pupus. Tak ada artinya lagi aku hidup tanpa kehadiran Dewi dan Nisa.
Sepuluh bulan telah berlalu semenjak kepergian Nisa. Aku tetap saja tidak bisa menghilangkan kesedihanku. Aku selalu menyendiri mengenang kembali masa masa indahku bersama mereka. Aku selalu pergi ziarah ke makam mereka setiap hari dan setiap aku selesai mengerjakan shalat lima waktu aku selalu menghadiahkan fatihah pada keduanya. Setiap aku menyendiri aku selalu menyanyikan lagu lagu kesukaan mereka dan setelah lagu Peterpan yang berjudul “kisah cintaku” muncul aku selalu menyanyikan lagu tersebut.
Dimalam yang sesunyi ini, aku sendiri, tiada yang menemani.
Akhirnya kini kusadari dia telah pergi, tinggalkan diriku
Akankah semua kan terulang? Kisah cintaku, yang seperti dulu?
Hanya dirimu yang kucinta dan ku kenang, didalam hatiku, tak kan pernah hilang
Bayangan dirimu, untuk selamanya.
 “Ahmad”! tiba tiba abah memanggilku. “Labbaika ya abiy”, jawabku. “Abah ingin memondokkanmu ke Jawa agar kamu bisa menimba ilmu agama lebih dalam dan kamu bisa melupakan kesedihanmu atas kepergian Dewi dan Nisa. “na’am abiy” jawabku. Aku tidak menolak keinginan abah, mungkin beliau faham akan kesedihanku. Aku pun berfikir mungkin dengan cara ini aku bisa melupakan kesedihanku dan aku bisa mencari ilmu kesaktian di jawa agar aku bisa membalas dendam atas kematian Nisa pada orang yang telah mengguna gunanya. Aku bulatkan niatku untuk mondok ke Jawa Timur agar aku bisa menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan agama.

SEKIAN

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH TEATRIKAL PUISI "KARAWANG-BEKASI" KARYA CHAIRIL ANWAR

NASKAH TEATRIKAL PUISI (Dialog Bukit Kamboja)

PUISI TENTANG GURU/KIYAI: SANG LENTERA