وخفض جناحك لمن اتبعك من المؤمنين (اشعراء: 215)
ولاتصعر خدك لناس ولاتمش في الارض مرحا إن الله لايحب كلا مختال فخور (لقمن:
18)
ليس المتوضع الذي إذا توضع رئ أنه فوق ما صنع. (الحكام)
’Laisa al Mutawadhi’u al-ladzi idza tawadha’a ra’a annahu fauqa
ma shana’...’ Artinya, bukanlah orang yang tawadhu’ atau merendahkan diri,
seorang yang jika
merendahkan diri merasa
dirinya di atas
yang dilakukannya.
Misalnya, contoh sederhananya
ada orang merasa tawadhu’ dengan duduk di belakang suatu
majelis, tapi pada saat yang sama ia merasa tempat yang pantas bagi dirinya
adalah di atas itu yaitu duduk di bagian depan majelis itu. Maka orang seperti
ini menurut Ibnu Athaillah As Sakandari bukanlah orang yang tawadhu’. Bahkan
sejatinya orang yang sombong.
”Atau misalnya ada
orang merasa tawadhu’,
merasa telah merendahkan diri
dengan datang ke suatu tempat menggunakan sepeda ontel, tapi dia merasa dirinya
sebenamya pantas di atas itu yaitu menggunakan motor. Maka orang seperti ini
bukan orang yang merendahkan dirinya, tapi orang yang sombong.
”Lantas siapakah orang yang benar-benar tawadhu’? Orang yang
benar-benar merendahkan diri?
”Ibnu Athaillah mengatakan di baris selanjutnya:
ولكن
المتوضع إذا توضع رئ أنه دون ما صنع.
(الحكام)
’Wa
lakin al mutawadhi’ idza tawadha’a ra-a annahu duna ma shana’a.’
Artinya, tetapi orang yang benar-benar merendahkan diri adalah
orang yang jika merendahkan diri merasa
bahwa dirinya masih berada di bawah sesuatu yang dilakukannya. Misalnya, ada
orang yang dipaksa duduk di bagian agak depan suatu majelis, ia akhimya duduk
di bagian agak depan, tapi ia merasa sesungguhnya dirinya lebih pantas duduk di
belakang. Atau misalnya di masyarakat ada orang yang dimuliakan dan dihormati
banyak orang, ia selalu merasa dirinya sejatinya belum pantas menerima
penghormatan seperti itu. Itulah orang yang tawadhu’.”
Azzam menambah penjelasannya, ”Jamaah yang mulia, tawadhu’ adalah
sifat orang-orang mulia. Tawadhu’ adalah sifat para nabi dan rasul. Kebalikan
dari tawadhu’ adalah takabbur, sombong. Ulama sepakat bahwa takabbur itu
diharamkan dalam Islam!
”Sombong adalah sifat milik Allah saja, yang berhak memiliki hanya Allah. Tidak boleh ada satu makhluk pun
yang menyaingi Allah dalam hal ini. Siapa yang menyaingi Allah dan merasa
berhak memiliki sifat takabbur maka dia berarti merasa menjadi Tuhan manusia. Orang yang seperti ini pasti mendapat
murka dari Allah. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah ber firman, ’Sombong adalah
selendangKu, dan agung
adalah pakaian-Ku. Siapa
yang menyaingiKu dalam salah satu dari keduanya maka akan Aku lempar dia
ke dalam neraka Jahannam.’
”Karena rasa sayang dan cinta Allah memerintahkan Rasulullah
Saw. untuk tawadhu’.
Lalu karena rasa
sayang dan cinta
juga Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk tawadhu’. Rasulullah
bersabda, ’Sesungguhnya Allah Swt.
memerintahkan aku agar tawadhu’, jangan sampai ada salah
seorang yang menyombongkan diri pada orang lain, jangan sampai ada yang congkak
pada orang lain.
”Rasululah adalah teladan bagi orang berakhlak mulia. Beliau
makhluk Allah paling mulia namun juga orang paling tawadhu’ dalam sejarah ummat
manusia. Sejak muda Rasululah selalu merendahkan dirinya.
”Contoh yang menggetarkan jiwa kita, adalah beliau sama sekali tidak
risih menjadi penggembala kambing. Dengan menggembala kambing beliau tidak
hanya merendahkan diri pada manusia juga pada binatang. Beliau tidak canggung
hidup di tengah-tengah kambing yang bau dan kotor. Beliau menjaga dan melayani
kambing dengan penuh kasih sayang. Jika ada kambing yang melahirkan beliau
membantu persalinannya. Tidak ada jarak antara beliau dengan kambing yang
digembalakannya. Rasulullah tawadhu’ tidak hanya pada manusia juga pada
binatang ternak yang digembalakannya.
”Contoh sifat tawadhu’ Rasulullah. yang lain adalah beliau masih
mau memakan makanan yang jatuh ke tanah. Dapat kita baca dalam Sirah Nabawiyyah
bahwa setiap ada
makanan jatuh ke
tanah, Rasulullah Saw. tidak membiarkannya. Beliau pasti mengambilnya
dan membersihkannya. Beliau membuang kotoran seperti debu yang menempel padanya
lantas memakannya. Beliau selalu menjilati jari-jarinya setelah makan. Beliau
tidak merasa risih akan hal itu sama sekali.
”Anas bin Malik ra., pembantu Rasulullah Saw., menjelaskan jika Rasul
makan beliau menjilati
jari-jarinya tiga kali.
Anas meriwayatkan: Rasulullah Saw. bersabda, ’Jika makanan kalian jatuh
maka buanglah kotorannya dan
makanlah dan jangan meninggalkannya untuk setan!’
”Para sahabat nabi
juga menghiasi dirinya
dengan sifat merendahkan diri.
Suatu hari Ali bin Abi Thalib membeli kurma satu dirham dan membawanya dalam
selimutnya. Saat itu Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang memimpin ummat
Islam seluruh dunia.
Ada seorang lelaki melihatnya dan berkata padanya, ’Wahai Amirul
Mu’minin, tidakkah kami membawakannya untukmu?’ Ali menjawab dengan merendahkan
diri, ’Kepala keluarga lebih
berhak membawanya.’
”Jamaah yang mulia, sejarah membuktikan hancurnya seseorang juga
hancurnya suatu bangsa di antaranya adalah kesombongan dan kecongkakan yang
dilestarikan. Seorang ulama menjelaskan hakikat sombong adalah jika seseorang
merasa pantas dibesarkan padahal sejatinya tidak pantas. Jika seseorang merasa
pantas menempati suatu derajat padahal ia belum pantas.
”Bangsa kita ini akan bisa binasa jika masih banyak orang-orang
yang sombong. Bahkan sombong yang telah membudaya. Misalnya, ada seorang yang
masuk Fakultas Kedokteran dengan membayar uang yang berjuta-juta rupiah jumlahnya
kepada pihak universitas. Ia tetap memaksakan diri masuk Fakultas Kedokteran,
ia merasa pantas. Padahal sejatinya ia tidak pantas. Nilainya masih kurang.
Tapi ia merasa pantas karena memiliki uang. Kepantasan itu bahkan ia beli
dengan uang. Ia tidak hanya
sombong. Lebih sombong
lagi, ia membiayai kesombongannya
itu. Maka yang akan jadi korban selain dirinya sendiri ya bangsa ini. Akan
muncul di negeri ini nanti ribuan dokter yang tidak tahu apa-apa. Sehingga
malpraktek ada di mana-mana.
”Ada juga maskapai penerbangan yang sombong. Sebenarnya tidak
pantas dan tidak layak terbang. Tapi merasa layak terbang. Merasa layak
dibesarkan. Ia mempropagandakan perusahaannya sedemikian menyilaukan. Padahal
pesawatnya adalah barang rongsokan. Pilotnya belum lulus jam terbang.
Tapi ia sombong. Ia merasa layak terbang. Akibatnya jika demikian kebinasaanlah
yang datang berulang-ulang.
”Juga, banyak orang merasa layak jadi pemimpin. Merasa layak jadi
negarawan yang mengatur bangsa. Padahal mengatur diri sendiri saja tidak bisa.
Mengatur keluarganya saja tidak bisa. Tapi ia merasa layak ditinggikan
sebagai pengatur negara.
Sesungguhnya yang mendorong itu
semua adalah kesombongannya. Maka, jika sudah demikian hukuman dari Allah tinggal
ditunggu kapan datangnya.”
Comments
Post a Comment