Entri yang Diunggulkan

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI ANTAR SANTRI PON-PES RAUDLATUL ULUM I (Kajian Sosiolinguistik)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1                    Bentuk-bentuk Alih Kode Bentuk alih kode bahasa Madura ke dalam bahasa Indonesia yang ditemukan berupa kalimat antara lain kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat seru dan kalimat berita. 4.1.1         Alih Kode Kalimat Berita Alih kode struktur kalimat berita pada penelitian ini terdiri atas beberapa jenis  kalimat,  antara lain struktur kalimat aktif dan pasif. Struktur kalimat berita yang berbentuk kalimat aktif dan pasif banyak ditemui dalam percakapan yang   dilakukan antara petugas jam belajar pesantren dengan santri di waktu jam belajar berlangsung. Hal tersebut dapat diamati berikut ini: (4. 1 .1/ Ak.1) Santri           : Untuk pembacaan . Ustadzah    : Sudah? Kalo sudah sekarang, jelaskan tentan...

TAWADLU'

وخفض جناحك لمن اتبعك من المؤمنين (اشعراء: 215)
ولاتصعر خدك لناس ولاتمش في الارض مرحا إن الله لايحب كلا مختال فخور (لقمن: 18)
ليس المتوضع الذي إذا توضع رئ أنه فوق ما صنع. (الحكام)
’Laisa al Mutawadhi’u al-ladzi idza tawadha’a ra’a annahu fauqa ma shana’...’ Artinya, bukanlah orang yang tawadhu’ atau merendahkan diri, seorang   yang   jika   merendahkan   diri   merasa   dirinya   di   atas   yang dilakukannya. 
Misalnya,  contoh  sederhananya  ada  orang  merasa tawadhu’ dengan duduk di belakang suatu majelis, tapi pada saat yang sama ia merasa tempat yang pantas bagi dirinya adalah di atas itu yaitu duduk di bagian depan majelis itu. Maka orang seperti ini menurut Ibnu Athaillah As Sakandari bukanlah orang yang tawadhu’. Bahkan sejatinya orang yang sombong.
”Atau  misalnya  ada  orang  merasa  tawadhu’,  merasa  telah merendahkan diri dengan datang ke suatu tempat menggunakan sepeda ontel, tapi dia merasa dirinya sebenamya pantas di atas itu yaitu menggunakan motor. Maka orang seperti ini bukan orang yang merendahkan dirinya, tapi orang yang sombong.
”Lantas siapakah orang yang benar-benar tawadhu’? Orang yang benar-benar merendahkan diri?
”Ibnu Athaillah mengatakan di baris selanjutnya:
ولكن المتوضع  إذا توضع رئ أنه دون ما صنع. (الحكام)
’Wa lakin al mutawadhi’ idza tawadha’a ra-a annahu duna ma shana’a.’
Artinya, tetapi orang yang benar-benar merendahkan diri adalah orang yang  jika merendahkan diri merasa bahwa dirinya masih berada di bawah sesuatu yang dilakukannya. Misalnya, ada orang yang dipaksa duduk di bagian agak depan suatu majelis, ia akhimya duduk di bagian agak depan, tapi ia merasa sesungguhnya dirinya lebih pantas duduk di belakang. Atau misalnya di masyarakat ada orang yang dimuliakan dan dihormati banyak orang, ia selalu merasa dirinya sejatinya belum pantas menerima penghormatan seperti itu. Itulah orang yang tawadhu’.”
Azzam menambah penjelasannya, ”Jamaah yang mulia, tawadhu’ adalah sifat orang-orang mulia. Tawadhu’ adalah sifat para nabi dan rasul. Kebalikan dari tawadhu’ adalah takabbur, sombong. Ulama sepakat bahwa takabbur itu diharamkan dalam Islam!
”Sombong adalah sifat milik Allah saja, yang berhak memiliki  hanya Allah. Tidak boleh ada satu makhluk pun yang menyaingi Allah dalam hal ini. Siapa yang menyaingi Allah dan merasa berhak memiliki sifat takabbur maka dia berarti merasa menjadi Tuhan  manusia. Orang yang seperti ini pasti mendapat murka dari Allah. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah ber firman, ’Sombong adalah selendangKu,   dan   agung   adalah   pakaian-Ku.   Siapa   yang menyaingiKu dalam salah satu dari keduanya maka akan Aku lempar dia ke dalam neraka Jahannam.’[1]
”Karena rasa sayang dan cinta Allah memerintahkan Rasulullah Saw.  untuk  tawadhu’.  Lalu  karena  rasa  sayang  dan  cinta  juga Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk tawadhu’. Rasulullah bersabda, ’Sesungguhnya  Allah  Swt.  memerintahkan  aku  agar tawadhu’, jangan sampai ada salah seorang yang menyombongkan diri pada orang lain, jangan sampai ada yang congkak pada orang lain.[2]
”Rasululah adalah teladan bagi orang berakhlak mulia. Beliau makhluk Allah paling mulia namun juga orang paling tawadhu’ dalam sejarah ummat manusia. Sejak muda Rasululah selalu merendahkan dirinya.
”Contoh yang menggetarkan jiwa kita, adalah beliau sama sekali tidak risih menjadi penggembala kambing. Dengan menggembala kambing beliau tidak hanya merendahkan diri pada manusia juga pada binatang. Beliau tidak canggung hidup di tengah-tengah kambing yang bau dan kotor. Beliau menjaga dan melayani kambing dengan penuh kasih sayang. Jika ada kambing yang melahirkan beliau membantu persalinannya. Tidak ada jarak antara beliau dengan kambing yang digembalakannya. Rasulullah tawadhu’ tidak hanya pada manusia juga pada binatang ternak yang digembalakannya.
”Contoh sifat tawadhu’ Rasulullah. yang lain adalah beliau masih mau memakan makanan yang jatuh ke tanah. Dapat kita baca dalam Sirah  Nabawiyyah  bahwa   setiap   ada   makanan   jatuh   ke  tanah, Rasulullah Saw. tidak membiarkannya. Beliau pasti mengambilnya dan membersihkannya. Beliau membuang kotoran seperti debu yang menempel padanya lantas memakannya. Beliau selalu menjilati jari-jarinya setelah makan. Beliau tidak merasa risih akan hal itu sama sekali.
”Anas bin Malik ra., pembantu Rasulullah Saw., menjelaskan jika   Rasul   makan   beliau   menjilati   jari-jarinya   tiga   kali.   Anas meriwayatkan: Rasulullah Saw. bersabda, ’Jika makanan kalian jatuh maka    buanglah    kotorannya    dan    makanlah    dan    jangan meninggalkannya untuk setan!’[3]
”Para   sahabat   nabi   juga   menghiasi   dirinya   dengan   sifat merendahkan diri. Suatu hari Ali bin Abi Thalib membeli kurma satu dirham dan membawanya dalam selimutnya. Saat itu Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang memimpin ummat Islam seluruh dunia.
Ada seorang lelaki melihatnya dan berkata padanya, ’Wahai Amirul Mu’minin, tidakkah kami membawakannya untukmu?’ Ali menjawab dengan   merendahkan   diri, ’Kepala   keluarga   lebih   berhak membawanya.’[4]
”Jamaah yang mulia, sejarah membuktikan hancurnya seseorang juga hancurnya suatu bangsa di antaranya adalah kesombongan dan kecongkakan yang dilestarikan. Seorang ulama menjelaskan hakikat sombong adalah jika seseorang merasa pantas dibesarkan padahal sejatinya tidak pantas. Jika seseorang merasa pantas menempati suatu derajat padahal ia belum pantas.
”Bangsa kita ini akan bisa binasa jika masih banyak orang-orang yang sombong. Bahkan sombong yang telah membudaya. Misalnya, ada seorang yang masuk Fakultas Kedokteran dengan membayar uang yang berjuta-juta rupiah jumlahnya kepada pihak universitas. Ia tetap memaksakan diri masuk Fakultas Kedokteran, ia merasa pantas. Padahal sejatinya ia tidak pantas. Nilainya masih kurang. Tapi ia merasa pantas karena memiliki uang. Kepantasan itu bahkan ia beli dengan  uang.  Ia  tidak  hanya  sombong.  Lebih  sombong  lagi,  ia membiayai kesombongannya itu. Maka yang akan jadi korban selain dirinya sendiri ya bangsa ini. Akan muncul di negeri ini nanti ribuan dokter yang tidak tahu apa-apa. Sehingga malpraktek ada di mana-mana.
”Ada juga maskapai penerbangan yang sombong. Sebenarnya tidak pantas dan tidak layak terbang. Tapi merasa layak terbang. Merasa  layak  dibesarkan.  Ia  mempropagandakan  perusahaannya sedemikian   menyilaukan.   Padahal   pesawatnya   adalah   barang  rongsokan. Pilotnya belum lulus jam terbang. Tapi ia sombong. Ia merasa layak terbang. Akibatnya jika demikian kebinasaanlah yang datang berulang-ulang.
”Juga, banyak orang merasa layak jadi pemimpin. Merasa layak jadi negarawan yang mengatur bangsa. Padahal mengatur diri sendiri saja tidak bisa. Mengatur keluarganya saja tidak bisa. Tapi ia merasa layak  ditinggikan  sebagai  pengatur  negara.  Sesungguhnya  yang mendorong itu semua adalah kesombongannya. Maka, jika sudah demikian hukuman dari Allah tinggal ditunggu kapan datangnya.”




[1] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad, dan Muslim
[2] Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ibnu Majah dan Abu Daud
[3] Diriwayatkan oleh Imam Muslim
[4] Al Bidayah wan Nihayah 8/5.

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH TEATRIKAL PUISI "KARAWANG-BEKASI" KARYA CHAIRIL ANWAR

NASKAH TEATRIKAL PUISI (Dialog Bukit Kamboja)

PUISI TENTANG GURU/KIYAI: SANG LENTERA