Konsep Radd dan
Alasan Pembuatan Klausul
Pasal 193 dalam Kompilasi Hukum
Islam
Konsep Radd
sebagaimana diatur oleh Kompilasi Hukum Islam di Indo-nesia, dijelaskan di dalam pasal 193 Kompilasi Hukum Islam.
yaitu: “Apabila dalam pembagian harta
warisan diantara para ahli waris Dzawil furud menun-jukkan bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut, sedang-kan
tidak ada ahli waris ashabah,
maka pembagian harta warisan tersebut di-lakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, se-dangkan
sisanya dibagi secara berimbang diantara mereka”
Dalam pasal ini
hanya diuraikan tentang
pengertian radd, tetapi
tidak dijelaskan siapa-siapa yang berhak mendapatkan
radd tersebut, suami atau istri mendapatkan
bagian apabila dikaitkan dengan harta bersama. Ber-dasarkan UU No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ditetapkan apabila
terjadi perceraian baik cerai mati,
maupun cerai hidup maka setengah dari harta bersama itu adalah milik istri.
Dalam UU No 1 Tahun 1974 masalah harta ber-sama hanya diatur secara singkat dan umum dalam Bab VII, terdiri dari 3 pasal yaitu
pasal 35, 36 dan 37. Undang-Undang ini
menyerahkan pelaksanaan pe-nerapan harta bersama ini berdasarkan ketentuan nilai-nilai hukum adat. Ini ter-lihat
dalam pasal 37: “bila perkawinan putus karena
perceraian, harta bersama diatur
menurut hukumnya masing-masing” sementara KHI dalam pasal 96
(1) dinyatakan: “Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi
hak pasangan yang hidup lama”
Dalam memahami konsep radd yang ada, kompilasi hukum islam
me-mahami bahwa radd itu harus diberikan kepada ahli waris tanpa pembatasan, artinya suami atau istri
menjadi dapat bagian dari sisa harta yang sudah di-bagikan (radd) keseluruh
ashabul furudh.
Adapun alasan yang dikemukakan dalam pembuatan klausul
pasal adalah bahwa sanya suami atau istri dalam kekurangan harta waris (masalah
aul) ikut serta menanggung bagian yang diambil oleh ahli waris biar bisa
mencukupi pembagian warisan. Alasan lainnya mengikuti pendapat Usman Bin Affan
yang menyatakan radd itu boleh diberikan kepada siapa saja ahli waris ashabul
furudh. Alasan ketiga adalah misi unifikasi hukum agar dalam menyelesaikan
pembagian warisan tidak menimbulkan keraguan bagi pihak-pihak yang mem-pedominya.
Alasan ke empat bahwasanya maqosidu Al-Syariah yaitu tujuan di-bentuknya hukum untuk
mendapatkan keadilan dalam masyarakat yang sesuai dengan perkembangan kondisi sosial-kultur
masyarakat. Sebagaimana dari sisi tradisi, kebudayaan dan konteks masyarakatnya
bahwa suami atau istri sangat berperan, saling membantu dalam mengumpulkan
harta.
Comments
Post a Comment