Entri yang Diunggulkan

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI ANTAR SANTRI PON-PES RAUDLATUL ULUM I (Kajian Sosiolinguistik)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1                    Bentuk-bentuk Alih Kode Bentuk alih kode bahasa Madura ke dalam bahasa Indonesia yang ditemukan berupa kalimat antara lain kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat seru dan kalimat berita. 4.1.1         Alih Kode Kalimat Berita Alih kode struktur kalimat berita pada penelitian ini terdiri atas beberapa jenis  kalimat,  antara lain struktur kalimat aktif dan pasif. Struktur kalimat berita yang berbentuk kalimat aktif dan pasif banyak ditemui dalam percakapan yang   dilakukan antara petugas jam belajar pesantren dengan santri di waktu jam belajar berlangsung. Hal tersebut dapat diamati berikut ini: (4. 1 .1/ Ak.1) Santri           : Untuk pembacaan . Ustadzah    : Sudah? Kalo sudah sekarang, jelaskan tentan...

Hukum Waris dan Aplikasinya (Konsep Radd)

Konsep Radd dalam Pandangan  Ulama Beserta Aplikasinya
1.                       Imam Syafi’i dan Imam Malik
Radd diberikan kepada Baitul Mal, tidak boleh diberikan kepada ashabu alFurudh secara nasab maupun secara hukum.[1]
Contoh penyelesaiannya:
Jika ahli warisnya suami dan anak Harta peninggalan simati Rp 36.000.000.’ maka penyelesaiannya adalah:
AHLI WARIS
BAGIAN
ASAL MASALAH
Suami
1/4
12 (4x3)
5 Anak perempuan
2/3
           
= 1/4x 12 = 3.’ 3x 36.000.000  = Rp 9.000.000.’
12
= 2/3x 12 = 8.’ 8 x 36.000.000 = Rp 24.000.000.’
       11               12
→ 9.000.000 + 24.000.000 = Rp 33.000.000.’
36.000.000 - 33.000.000 = Rp 3.000.000.’ Sisa  dari pembagian ini tidak boleh diberikan kepada ahli waris ashabul furud yaitu suami dan anak perempuan, akan tetapi diberikan kepada Baitul Mal.
Pendapat pengikut mazhab Syafi’i belakangan berbeda dengan Imam Syafi’I, seperti:
a.                       Al-Mazani dan Ibnu Suraij. Berpendapat radd diberikan kepada ashabu al-Furudh  secara  nasab,  tidak  boleh  diberikan  kepada  suami  atau  istri,walaupun baitulmal terorgansir dengan adil atau tidak.
b.                       Imam   an-Nawawi,   Ibnu   Suraqah   dan   Imam   al-Mawardi.   Mereka
berpendapat bahwa radd diberikan kepada ashabu al-Furudh secara nasab, kecuali suami atau istri dengan syarat baitul Mal tidak terorganisir dengan adil, jika terorganisir dengan adil, radd diberikan kepada Baitul Mal.[2]

2.                       Imam Ahmad bin Hanbali dan Imam Abu Hanifah
Mereka berpendapat  bahwa sisa harta sesudah dibagikan kepada ashabul furudh diberikan kepada ashabul furudh senasab kecuali kepada suami atau istri, baik baitul mal terorganisir secara adil atau tidak, wajib diberikan kepada ash-habul furudh.[3]
Contoh:
Jika ahli warisnya terdiri dari istri, nenek dan dua orang saudari tunggal seibu, harta peninggalan simati sejumlah Rp 24.000.000,00. penyelesaiannya sebagai berikut:
AHLI WARIS
BAGIAN
ASAL MASALAH
Istri
1/4
12 (4x6:2)
Nenek shohih
1/6
2 saudri se ibu
1/3
=1/4 x 12 = 3; 3 x 24.000.000 = Rp 6.000.000.
                                    12
= 1/6 x 12 = 2; 2 x  24.000.000 = Rp 4.000.000
                                    12
= 1/3 x  12 = 4; 4 x  24.000.000 = 8.000.000
                                    12
→ 6.000.000 + 4.000.000 + 8000.000 = 18.000.000
→ sisa harta Rp 6.000.000
Sisa  lebih  ini  diberikan  kepada  nenek  dan  dua  saudari  seibu  dengan  jalan perbandingan. Perbandingan fardh nenek dengan 2 saudari = 1/6 : 1/3 = 1:2.
Jumlah perbandingan = 1 + 2 = 3 = Rp 6.000.000.’
Tambahan untuk nenek 1/3 x 6.000.000 = 2.000.000.’
Tambahan untuk 2 saudari 2/3 x 6.000.000 = 4.000.000’
Jadi penerimaan nenek seluruhnya adalah Rp 4.000.000 + 2.000.000.      = Rp 6.000.000.’ dan penerimaan 2 sdri se ibu seluruhnya Rp 8. 000.000              + 4.000.000 = Rp 12. 000.000.’
Istri tidak mendapatkan sisa harta, tetap mendapat Rp 6.000.000.’




[1] Muhammad Muhyidin Abdul Hamid, Ahkamul Mawaris Fissyariatil Islamiyyah Ala Mazahibul Arbaah,  hal. 174.
[2] Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam Wa adillatuhu, (Damaskus: Daar al-Fikr, 1989) hal.358.
[3] Hasan Ahmad Khotib, al-Fiqh al-Muqaran, hal. 339.

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH TEATRIKAL PUISI "KARAWANG-BEKASI" KARYA CHAIRIL ANWAR

NASKAH TEATRIKAL PUISI (Dialog Bukit Kamboja)

PUISI TENTANG GURU/KIYAI: SANG LENTERA