1.
Takharuj dalam
HukumWaris Islam
A.
Pengertian Takharuj
Takharuj adalah suatu
perjanjian yang diadakan oleh para ahli waris untuk
mengundurkan (mengeluarkan) salah seorang ahli waris dalam menerima
bagian
pusaka dengan memberikan suatu
prestasi, baik prestasi tersebut berasal dari harta
milik orang yang pada mengundurkannya, maupun berasal dari harta
peninggalan
yang bakal dibagi-bagikan
.
Kitab Undang-undang Hukum
Warisan Mesir membenarkan takharuj, dalam pasal terakhir, pasal 48, dari Kitab Undang-undang tersebut
dijelaskan tentang defenisi takharuj yang berbunyi
Takharuj ialah perdamaian para ahli waris untuk mengeluarkan sebagian mereka dari
mempusakai dengan suatu yang sudah maklum, apabila salah seorang ahli
waris bertakharuj dengan seorang ahli waris yang lain, maka bagiannya
dihaki dan tempatnya dalam mempusakai harta peninggalan. Dan apabila seorang ahli waris bertakharuj
dengan ahli-ahli waris lainnya, jika sesuatu yang diserahkan itu, diambil dari harta peninggalan, maka
bagiannya dibagi antar mereka
menurut perbandingan bagian mereka dalam harta peninggalan. Dan jika sesuatu yang diserahkan itu diambil dari harta mereka dan di
dalam perjanjian takharuj
tidak diterangkan cara membagi
bagian orang yang keluar maka bagian tersebut
dibagi antar mereka dengan sama rata”.
B.
Jenis-jenis Takharuj
dan Cara Membagikannya.
Perjanjian
takharuj mempunyai
tiga jenis atau bentuk yaitu
:
1.
Seorang ahli waris
mengundurkan seorang ahli waris yang diambilkan dari miliknya sendiri. Oleh karena itu ia telah memberikan suatu
prestasi kepada ahli waris yang
diundurkan, ia berhak menerima tegenprestasi yang diberikan oleh orang yang diundurkan, yang berupa
bagian dari harta peninggalan yang semestinya
akan diterima. Pihak pertama telah membeli bagian warisan pihak kedua dengan sejumlah uang yang telah ia
serahkan. Disamping mendapat saham
atau bagian yang diterimanya, juga memperoleh bagian orang yang telah mengundurkan diri.
Ketentuan-ketentuan dalam menyelesaikan pembagian harta
peninggalan yang
di dalamnya terdapat perjanjian takharuj jenis pertama ini ialah :
a.
Hendaklah dicari dulu
berapa saham atau penerimaan masing-masing ahli waris, termasuk juga saham pihak yang diundurkannya.
b.
Pihak yang diundurkan (mutakharaj),
harus dianggap dan diperhitungkan sebagai
ahli waris yang maujud yang harus dicari besar kecilnya saham yang seharusnya diterima.
c.
Kemudian saham pihak yang
diundurkan tersebut dikumpulkan (ditambahkan)
kepada saham pihak yang mengundurkannya.
d.
Besarnya asal masalah dalam
pembagian harta pusaka sebelum terjadinya takharuj
tetap dipakai sebagai asal masalah dalam pembagian harta pusaka setelah terjadinya perjanjian takharuj.
2.
Beberapa orang ahli waris
mengundurkan seorang ahli waris dengan memberikan
prestasi yang diambilkan dari harta peninggalan itu sendiri. Jenis perjanjian takharuj yang kedua ini merupakan jenis atau
bentuk yang sangat umum dan banyak
terjadi dalam pembagian harta pusaka dari pada jenis-jenis yang lain. Setelah sempurna perjanjian
takharuj ini dipenuhi, maka pihak yang diundurkan
segera memiliki prestasi yang diberikan oleh pihak yang mengundurkannya dan mereka menerima seluruh sisa harta peninggalan setelah diambil jumlah tertentu yang
diberikan kepada pihak yang diundurkannya.
Jumlah tersebut mereka bagi bersama sesuai dengan perbandingan saham mereka masing-masing.
Dalam perjanjian
takharuj jenis
ke
dua ini, yakni yang
prestasinya diambilkan
dari sebagian
harta peninggalan itu sendiri berlaku ketentuan-ketentuan
pembagiannya sebagai berikut
:
a. Sisa harta peninggalan setelah diambil sebanyak yang dijadikan
prstasi terhadap pihak yang
diundurkan, dibagi antar para ahli waris menurut perbandingan saham mereka masing-masing sebelum terjadi perjanjian takharuj.Saham-saham mereka
kemudian dijumlah untuk dijadikan asal masalah
baru, sebagai pengganti asal masalah yang lama yang harus ditinggalkan.
b. Pihak yang telah diundurkan , walaupun telah menerima sejumlah
prestasi tertentu, tetap
diperhitungkan bagiannya dalam memeper-hitungkan bagian para
ahli waris yang mengundurkan, sebab kalau tidak demikian maka hasil dari penerimaan para ahli waris akan
berlainan dan berlawanan dengan
ijma’.
3.
Beberapa orang ahli waris
mengundurkan seorang ahli waris dengan memeberikan
prestasi yang diambilkan dari harta milik mereka masing-masing secara
urunan. Dalam hal ini orang yang mengundurkan diri atau diundurkan oleh ahli waris seolah-olah telah menjual haknya
terhadap harta peninggalan dengan
sejumlah prestasi yang telah diberikan oleh ahli waris yang pada mengundurkannya, dan akibatnya seluruh harta peninggalan
untuk mereka semuanya.
Besar kecilnya urunan (iuran)
yang harus dibayar oleh masing-masing mereka yang mengundurkan, adalah menurut yang telah mereka kesepakati.
Dalam hal ini mempunyai tiga corak
yaitu :
a. Setiap ahli waris yang mengundurkan membayar sejumlah uang
menurut perbandingan saham mereka
masing-masing. Misalnya jumlah yang digunakan
untuk bertakharuj Rp. 12.000,-. Mereka yang mengundurkan terdiri dari anak perempuan, ibu dan ayah, yang fardhnya ialah 1/2,
1/6 dan 1/6+ ‘ushubah. Dengan
demikian perbandingan saham mereka masing-masing
sama dengan 1/2 : 1/6 : 1/6 + U = 3 : 1 : (1+1) = 3 : 1 : 2. Jadi anak perempuan harus membayar 3/6 x
Rp. 12.000,- = Rp. 6.000,-. Ibu harus
membayar 1/6 x Rp. 12.000,- = Rp. 2.000,- dan ayah harus membayar 2/6 x Rp. 12.000,- = Rp. 4.000,-.
b. Setiap ahli waris yang mengundurkan membayar sejumlah uang yang sama besarnya, tanpa memperhatikan bagia
mereka masing-masing. Setiap pihak
telah ditentukan minimal dan maksimal yang harus mereka bayar mengingat saham yang mereka terima.
Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian dalam jenis ke III ini
ialah
:
a.
Takharuj tidak
mempengaruhi terhadap besarnya asal masalah semula. Yakni besarnya asal masalah dalam pembagian harta pusaka
sebelum terjadinya takharuj dapat dijadikan asal masalah dalam pembagian
harta pusaka setelah terjadinya takharuj, karena asal masalahnya tidak berubah.
b.
Ahli waris yang diundurkan,
dalam pembagian harta pusaka kepada ahli
waris yang mengundurkan diri, dianggap tidak ada.
c.
Dalam membagikan harta
pusaka kepada mereka yang mengundurkan diri, mengingat corak-corak cara
pembayarannya ditentukan sebagai beriku
:
a)
Dalam pembayaran corak pertama, maka pembagian
kepada para ahli waris yang mengundurkan diri adalah sebagai pembagian dalam
jenis takharuj II yaitu seluruh harta peninggalan dibagi kepada mereka
menurut perbandingan saham mereka masingmasing, kemudian dalam membagikan
bagian orang yang diundurkan pun demikian hendaknya.
b)
Dalam pembayaran corak
kedua, maka bagian orang yang diundurkan
dibagi sama rata. Demikian juga jika dalam perjanjian takharuj tersebut tidak diterangkan cara-cara pembagian
bagian orang yang diundurkan, maka
pembagiannya harus disama ratakan. Sebab ketiadaan diterangkan cara-cara
tersebut, menunjukkan atas kerelaan
masing-masing untuk dibagi secara sama-rata. Kalau tidak demikian tentunya mereka pada membuat ketentuan-ketentuan baik mengenai jumlah yang harus dibayar, maupun bagaimana cara pembagiannya.
c)
Dalam pembayaran
corak ketiga, yaitu yang pembayarannya tidak menurut perbandingan saham mereka
dalam mempusakai atau tidak sama banyak, maka pembagian bagian orang yang diundurkan
hendaknya menurut perbandingan jumlah besarkecilnya uang yang telah mereka
bayarkan demi untuk melaksanakan keadilan dan menyesuaikan kaidah.
C.
Tata
Cara atau Prosedur Ahli Waris
Mengundurkan Diri
Adapun prosedur penerimaan
perkara harta warisan, sama dengan perkara
lainnya,
seperti perkara perceraian, baik yang diajukan oleh seorang istri maupun
yang diajukan oleh seorang suami dan
perkara harta bersama, yaitu
:
1.
Para pihak datang ke
Pengadilan Agama menyerahkan surat gugatan kepada petugas meja Surat gugatan yang diserahkan sebanyak jumlah pihak
ditambah tiga rangkap untuk majelis hakim
yang ditunjuk menangani perkara yang bersangkutan.
2.
Petugas meja II melengkapi
berkas dan menulis dalam buku register induk gugatan, lalu menyerahkan kepada ketua Pengadilan Agama untuk
ditetapkan majelis hakim yang
menangani perkara tersebut dengan terlebih dahulu melalui wakil panitera dan panitera.
3.
Paling lambat dua hari
kerja, ketua Pengadilan Agama menetapkan majelis hakim yang akan
menangani perkara tersebut.
4.
Majelis hakim yang ditunjuk
menetapkan hari sidang pertama, dengan memerintahkan
jurusita untuk memanggil para pihak berperkara dating menghadiri sidang pada hari yang telah ditentukan atau pada hari siding pertama.
5.
Pada hari sidang pertama,
majelis hakim mengarahkan kepada para pihak bersengketa
untuk menempuh proses mediasi dan untuk kepentingan itu majelis hakim menunda sidang. Proses mediasi di Pengadilan Agama umumnya dipimpin oleh mediator dari
kalangan hakim yang dipilih oleh para pihak yang berperkara/bersengketa karena
belum ada pihak luar yang memenuhi
syarat menjadi mediator. Tenggang
waktu yang diberikan kepada mediator untuk melaksanakan proses mediasi adalah
selama empat puluh hari, dan dapat ditambah lima belas hari lagi jika
dibutuhkanMediator yang memimpin upaya perdamaianwajib mendorong para pihak
untuk menelusuri dan menggali kepentingan para pihak dan mencari berbagai
pilihan penyelesaian terbaik bagi para pihak yang bersengketa.
Apabila terjadi perdamaian,
mediator merumuskan isi kesepakatan
-kesepakatan
para pihak yang bersengketa dan dibuat
akte perdamaian. Setelah akte
perdamaian
selesai dan dibacakan kepada para pihak, mediator melaporkan hasil
kesepakatan yang telah dibuat kepada
majelis hakiim yang menangani perkara
tersebut.
Majelis hakim yang menerima laporan
perdamaian dari mediator,
membacakan
hasil perdamaian yang telah dilaporkan dan dimasukkan dalam putusan
akhir
.
Adapun wujud pelaksanaan
pembagian harta warisan secara damai oleh
majelis hakim yang menangani perkara dimaksud adalah:
a.
Setelah majelis hakim
menerima laporan dari mediatorbahwa proses mediasi tidak berhasil mendamaikan para pihak, pada sidang yang telah
ditetapkan majelis hakim berupaya
mendamaikan pihak yang berperkara sebelum memasuki
pemeriksaan pokok perkara.
b.
Apabila terjadi kesepakatan
atau perdamaian oleh majelis hakim, perdamaian itu dimasukkan dalam putusan akhir majelis hakim tersebut.
c.
Amar putusan majelis hakim
menghukum para pihak untuk menaati
perdamaian yang telah disepakati.
Untuk wujud pembagian harta warisan
di luar sengketa adalah
:
a.
Para ahli waris
mendaftarkan permohonan pertolongan pembagian harta warisan pada petugas yang telah ditunjuk di bagian meja I. Pendaftaran permohonan tersebut oleh meja
I dicatat dalam buku pendaftaran
secara khusus, yakni buku register Permohonan Pertolongan Pembagian Harta Peninggalan di luar
sengketa (P3HP) yang terpisah dengan
buku register perkara gugatan maupun permohonan secara umum.
b.
Ketua Pengadilan Agama
menentukan hari pertemuan para ahli waris untuk upaya pembagian harta warisan berdasarkan
hukum kewarisan Islam.
c.
Setelah terjadi pembagian
harta warisan berdasarkan hukum kewarisan Islam,
dibuat akta komparisi (akta keahliwarisan).
d.
Akta komparisi menjadi
bukti telah terjadi pembagian harta warisan di luar sengketa melalui pertolongan ketua Pengadilan Agama.
Secara substansi, pembagian
harta warisan dengan metode al-takharuj sama dengan praktik pembagian harta warisan secara damai di Pengadilan
Agama yang menjadi obyek penelitian
penulis. Sisi persamaannya adalah pembagian harta warisan secara damai berdasarkan perinsip musyawarah. Para ahli
waris bermusyawarah dan bersepakat
tentang bagian masing-masing ahli waris. Pembagian harta warisan dalam bentuk ini berdasarkan
keinginan para ahli waris yang telah disepakati
secara bersama-sama.
Selain itu, tujuan
takharuj maupun
pembagian
harta warisan secara damai di
Pengadilan Agama adalah
untuk kemaslahatan para ahli waris.
Hal tersebut sejalan dengan kaidah pikih, Kaidah fikih tersebut
menjelaskan bahwa apabila sesuatau perbuatan hukum menghasilkan kemaslahatan,
disanalah hukum Allah. Hakikat maslahat adalah segala sesuatu yang mendatangkan
keuntungan dan menjauhkan dari bencana.Dalam pandangan ahli ushul maslahat
adalah memberikan hukum syara’ kepada sesuatu yang tidak terdapat dalam nashdan
ijma’atas dasar memelihara kemaslahatan. Kemaslahatan yang dihasilkan
dari pembagian harta warisan secara damai adalah
:
a.
Persengketaan antara ahli
waris bisa berakhir. Berakhirnya persengketaan ahli waris, berarti merajut dan terjalin hubungan silaturrahim antara
ahli waris.
b.
Menghindari konplik
keluarga yang berkelanjutan. Apabila sengketa warisan berlanjut, sepanjang itu pula konplik akan mewarnai kehidupan para
ahli waris yang sedang bersengketa,
bahkan konflik keluarga dapat berlanjut kepada
keturunan masing-masing, karena bibit permusuhan akan menurun kepada keturunan masing-masing.
c.
Harta warisan segera
terbagi dan dapat dinimakti oleh semua ahli waris dengan segera, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga dan
memberin kebahagian bagi
kehidupan keluarga karena untuk mewujukkan rumah tangga yang bahagia, salah satu harus ditopang oleh harta yang cara
perolehannya dengan jalan yang halal,
dan hal itu pula menjadi tujuan pewaris yang berjuang dalam kehidupannya memperoleh harta untuk dinikmati anak keturunannya, bukan untuk dipertentangkan
dan melahirkan silang sengketa.
Namun demikian, dalam praktik
pembagian harta warisan secara damai pada Pengadilan
Agama yang menjadi obyek penelitian penulis ditemukan perbedaan-perbedaan dengan teori takharruj, sehingga ada beberapa hal yang perlu
disebutkan pada pasal-pasal
perdamaian pembagian harta warisan yang tentunya atas petunjuk dan arahan mediatar maupun majelis hakim
yang menanganai perkara yang bersangkutan.
Hal-hal yang perlu dilengkapi sebagai berikut:
a.
Terlebih dahulu terdapat
pasal yang menyebut kedudukan dan besar bagian masing-masing ahli waris berdasarkan hukum kewarisan Islam.
b.
Apabila dalam pembagian
yang disepakati terdapat ahli waris yang menerima kurang dari porsi bagiannya, misalnya untuk anak laki-laki dan
perempuan disepakati menerima bagian
yang sama besar, harus ada pernyataan rela menyerahkan
bagiannya kepada ahli waris lain. kerelaan adalah syarat dalam trasanksi bermuamalah, termasuk muamalah
pembagian harta warisan.
Penyebutan kedudukan dan
besarnya porsi bagian masing-masing ahli waris dalam akta perdamaian merupakan salah satu bentuk sosialisasi
tentang hokum kewarisan Islam,
sekaligus realisasi pelaksanaan perintah untuk memepelajari dan mengajarkan hukum kewarisan Islam. Putusan
hakim khususnya perkara warisan paling
tidak dibaca oleh pihak yang bersengketa, sehingga yang membacanya dapat memahami kedudukan dan bagianya dalam
hukum kewarisan Islam.
D.
Tata Cara
Pelaksanaan Takharuj
Apabila salah seorang ahli waris
ada yang menyatakan mengundurkan diri,
atau
menyatakan hanya akan mengambil sebagian saja dari hak warisnya, maka ada
dua cara yang dapat menjadi pilihannya.
Pertama, ia menyatakannya kepada seluruh
ahli
waris yang ada, dan cara kedua, ia hanya memberitahukannya kepada salah
seorang dari ahli waris yang ditunjuknya
dan bersepakat bersama
.
Cara pertama: kenalilah pokok masalahnya, kemudian keluarkanlah bagian ahli
waris yang mengundurkan diri, sehingga seolah-olah ia telah menerima bagiannya,
dan sisanya dibagikan kepada ahli waris yang ada. Maka jumlah sisa bagian
yang ada itulah pokok masalahnya.Sebagai contoh, seseorang wafat dan meninggalkan ayah, anak perempuan, dan
istri. Kemudian sebagai misal, pewaris meninggalkan
sebuah rumah, dan uang sebanyak Rp 42.000.000,-(empat puluh dua juta rupiah). kemudian istri menyatakan
bahwa dirinya hanya akan mengambil rumah,
dan menggugurkan haknya untuk menerima bagian dari harta yang berjumlah Rp 42.000.000,-(empat puluh dua juta).
Dalam keadaan demikian, maka warisan harta
tersebut hanya dibagikan kepada anak perempuan dan ayah.Lalu jumlah bagian kedua ahli waris itulah yang menjadi pokok
masalahnya. Rincian pembagiannya seperti
berikut:Pokok masalahnya dari dua puluh empat (24), kemudian kita hilangkan (ambil) hak istri, yakni
seperdelapan dari dua puluh empat, berarti tiga (3) saham. Lalu sisanya (yakni 24 - 3 = 21) merupakan pokok masalah
bagi hak ayah dan anak
perempuan.Kemudian dari pokok masalah itu dibagikan untuk hak ayah dan anak perempuan. Maka, hasilnya seperti
berikut:
Nilai per bagian adalah 42.000.000:
21 = 2.000.000
Bagian anak perempuan adalah 12
x 2.000.000 = 24.000.000
Bagian ayah 9 x 2.000.000 = 18.000.000
Total = 24.000.000 + 18.000.000 = 42.000.000
Cara kedua: apabila salah seorang ahli waris
menyerahkan atau menggugurkan hakuya lalu memberikannya kepada salah seorang
ahli waris lainnya, maka pembagiannya hanya dengan cara melimpahkan bagian hak
ahli waris yang mengundurkan diri itu kepada bagian orang yang diberi.
Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan seorang isteri, seorang anak
perempuan, dan dua anak lakilaki.
Kemudian anak perempuan itu
menggugurkan haknya dan memberikannya
kepada
salah seorang dari saudara laki-lakinya, dengan imbalan sesuatu yang telah
disepakati oleh keduanya. Dengan demikian,
warisan itu hanya dibagikan kepada istri
dan
kedua anak laki-laki, sedangkan bagian anak perempuan dilimpahkan kepada
salah seorang saudara laki-laki yang
diberinya hak bagian
.
Pokok
masalah 8
|
|
Tashih
40
|
40
|
Isteri
1/8
|
1
|
5
|
5
|
Anak
laki laki ('ashabah)
|
|
14
|
14
|
Anak
laki laki ('ashabah)
|
7
|
14
|
14+14
|
Anak
perempuan ('ashabah)
|
|
7
|
|
Maka pokok masalahnya dari delapan, dan setelah di
tashih menjadi empat puluh istri mendapat seperdelapan (1/8) berarti
lima (5) bagian, dan bagian setiap anak laki-laki 14 (empat belas) bagian dan
sisanya yaitu 7 (tujuh) bagian adalah bagian anak perempuan, kemudian hak anak
perempuan itu diberikan kepada salah seorang saudara laki-laki yang telah
ditunjuk sebelumnya.
Comments
Post a Comment