Entri yang Diunggulkan

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI ANTAR SANTRI PON-PES RAUDLATUL ULUM I (Kajian Sosiolinguistik)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1                    Bentuk-bentuk Alih Kode Bentuk alih kode bahasa Madura ke dalam bahasa Indonesia yang ditemukan berupa kalimat antara lain kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat seru dan kalimat berita. 4.1.1         Alih Kode Kalimat Berita Alih kode struktur kalimat berita pada penelitian ini terdiri atas beberapa jenis  kalimat,  antara lain struktur kalimat aktif dan pasif. Struktur kalimat berita yang berbentuk kalimat aktif dan pasif banyak ditemui dalam percakapan yang   dilakukan antara petugas jam belajar pesantren dengan santri di waktu jam belajar berlangsung. Hal tersebut dapat diamati berikut ini: (4. 1 .1/ Ak.1) Santri           : Untuk pembacaan . Ustadzah    : Sudah? Kalo sudah sekarang, jelaskan tentan...

Hukum Kewarisan "FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG AHLI WARIS MENGUNDURKAN DIRI DARI AHLI WARIS"




1.                       Takharuj dalam HukumWaris Islam
A.                Pengertian Takharuj
Takharuj adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh para ahli waris untuk mengundurkan (mengeluarkan) salah seorang ahli waris dalam menerima bagian pusaka dengan memberikan suatu prestasi, baik prestasi tersebut berasal dari harta milik orang yang pada mengundurkannya, maupun berasal dari harta peninggalan yang bakal dibagi-bagikan.[1]
Kitab Undang-undang Hukum Warisan Mesir membenarkan takharuj, dalam pasal terakhir, pasal 48, dari Kitab Undang-undang tersebut dijelaskan tentang defenisi takharuj yang berbunyi
Takharuj ialah perdamaian para ahli waris untuk mengeluarkan sebagian mereka dari mempusakai dengan suatu yang sudah maklum, apabila salah seorang ahli waris bertakharuj dengan seorang ahli waris yang lain, maka bagiannya dihaki dan tempatnya dalam mempusakai harta peninggalan. Dan apabila seorang ahli waris bertakharuj dengan ahli-ahli waris lainnya, jika sesuatu yang diserahkan itu, diambil dari harta peninggalan, maka bagiannya dibagi antar mereka menurut perbandingan bagian mereka dalam harta peninggalan. Dan jika sesuatu yang diserahkan itu diambil dari harta mereka dan di dalam perjanjian takharuj tidak diterangkan cara membagi bagian orang yang keluar maka bagian tersebut dibagi antar mereka dengan sama rata”.[2]
B.                 Jenis-jenis Takharuj dan Cara Membagikannya.
Perjanjian takharuj mempunyai tiga jenis atau bentuk yaitu[3] :
1.             Seorang ahli waris mengundurkan seorang ahli waris yang diambilkan dari miliknya sendiri. Oleh karena itu ia telah memberikan suatu prestasi kepada ahli waris yang diundurkan, ia berhak menerima tegenprestasi yang diberikan oleh orang yang diundurkan, yang berupa bagian dari harta peninggalan yang semestinya akan diterima. Pihak pertama telah membeli bagian warisan pihak kedua dengan sejumlah uang yang telah ia serahkan. Disamping mendapat saham atau bagian yang diterimanya, juga memperoleh bagian orang yang telah mengundurkan diri.
Ketentuan-ketentuan dalam menyelesaikan pembagian harta peninggalan yang
di dalamnya terdapat perjanjian takharuj jenis pertama ini ialah :
a.         Hendaklah dicari dulu berapa saham atau penerimaan masing-masing ahli waris, termasuk juga saham pihak yang diundurkannya.
b.         Pihak yang diundurkan (mutakharaj), harus dianggap dan diperhitungkan sebagai ahli waris yang maujud yang harus dicari besar kecilnya saham yang seharusnya diterima.
c.         Kemudian saham pihak yang diundurkan tersebut dikumpulkan (ditambahkan) kepada saham pihak yang mengundurkannya.
d.        Besarnya asal masalah dalam pembagian harta pusaka sebelum terjadinya takharuj tetap dipakai sebagai asal masalah dalam pembagian harta pusaka setelah terjadinya perjanjian takharuj.
2.             Beberapa orang ahli waris mengundurkan seorang ahli waris dengan memberikan prestasi yang diambilkan dari harta peninggalan itu sendiri. Jenis perjanjian takharuj yang kedua ini merupakan jenis atau bentuk yang sangat umum dan banyak terjadi dalam pembagian harta pusaka dari pada jenis-jenis yang lain. Setelah sempurna perjanjian takharuj ini dipenuhi, maka pihak yang diundurkan segera memiliki prestasi yang diberikan oleh pihak yang mengundurkannya dan mereka menerima seluruh sisa harta peninggalan setelah diambil jumlah tertentu yang diberikan kepada pihak yang diundurkannya. Jumlah tersebut mereka bagi bersama sesuai dengan perbandingan saham mereka masing-masing.
Dalam perjanjian takharuj jenis ke dua ini, yakni yang prestasinya diambilkan dari sebagian harta peninggalan itu sendiri berlaku ketentuan-ketentuan pembagiannya sebagai berikut[4]:
a.       Sisa harta peninggalan setelah diambil sebanyak yang dijadikan prstasi terhadap pihak yang diundurkan, dibagi antar para ahli waris menurut perbandingan saham mereka masing-masing sebelum terjadi perjanjian takharuj.Saham-saham mereka kemudian dijumlah untuk dijadikan asal masalah baru, sebagai pengganti asal masalah yang lama yang harus ditinggalkan.
b.      Pihak yang telah diundurkan , walaupun telah menerima sejumlah prestasi tertentu, tetap diperhitungkan bagiannya dalam memeper-hitungkan bagian para ahli waris yang mengundurkan, sebab kalau tidak demikian maka hasil dari penerimaan para ahli waris akan berlainan dan berlawanan dengan ijma’.
3.             Beberapa orang ahli waris mengundurkan seorang ahli waris dengan memeberikan prestasi yang diambilkan dari harta milik mereka masing-masing secara urunan. Dalam hal ini orang yang mengundurkan diri atau diundurkan oleh ahli waris seolah-olah telah menjual haknya terhadap harta peninggalan dengan sejumlah prestasi yang telah diberikan oleh ahli waris yang pada mengundurkannya, dan akibatnya seluruh harta peninggalan untuk mereka semuanya.
Besar kecilnya urunan (iuran) yang harus dibayar oleh masing-masing mereka yang mengundurkan, adalah menurut yang telah mereka kesepakati. Dalam hal ini mempunyai tiga corak yaitu :
a.       Setiap ahli waris yang mengundurkan membayar sejumlah uang menurut perbandingan saham mereka masing-masing. Misalnya jumlah yang digunakan untuk bertakharuj Rp. 12.000,-. Mereka yang mengundurkan terdiri dari anak perempuan, ibu dan ayah, yang fardhnya ialah 1/2, 1/6 dan 1/6+ ‘ushubah. Dengan demikian perbandingan saham mereka masing-masing sama dengan 1/2 : 1/6 : 1/6 + U = 3 : 1 : (1+1) = 3 : 1 : 2. Jadi anak perempuan harus membayar 3/6 x Rp. 12.000,- = Rp. 6.000,-. Ibu harus membayar 1/6 x Rp. 12.000,- = Rp. 2.000,- dan ayah harus membayar 2/6 x Rp. 12.000,- = Rp. 4.000,-.
b.      Setiap ahli waris yang mengundurkan membayar sejumlah uang yang sama besarnya, tanpa memperhatikan bagia mereka masing-masing. Setiap pihak telah ditentukan minimal dan maksimal yang harus mereka bayar mengingat saham yang mereka terima.
Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian dalam jenis ke III ini ialah[5]:
a.       Takharuj tidak mempengaruhi terhadap besarnya asal masalah semula. Yakni besarnya asal masalah dalam pembagian harta pusaka sebelum terjadinya takharuj dapat dijadikan asal masalah dalam pembagian harta pusaka setelah terjadinya takharuj, karena asal masalahnya tidak berubah.
b.      Ahli waris yang diundurkan, dalam pembagian harta pusaka kepada ahli waris yang mengundurkan diri, dianggap tidak ada.
c.       Dalam membagikan harta pusaka kepada mereka yang mengundurkan diri, mengingat corak-corak cara pembayarannya ditentukan sebagai beriku :
a)      Dalam pembayaran corak pertama, maka pembagian kepada para ahli waris yang mengundurkan diri adalah sebagai pembagian dalam jenis takharuj II yaitu seluruh harta peninggalan dibagi kepada mereka menurut perbandingan saham mereka masingmasing, kemudian dalam membagikan bagian orang yang diundurkan pun demikian hendaknya.
b)      Dalam pembayaran corak kedua, maka bagian orang yang diundurkan dibagi sama rata. Demikian juga jika dalam perjanjian takharuj tersebut tidak diterangkan cara-cara pembagian bagian orang yang diundurkan, maka pembagiannya harus disama ratakan.  Sebab ketiadaan diterangkan cara-cara tersebut, menunjukkan atas kerelaan masing-masing untuk dibagi secara sama-rata. Kalau tidak demikian tentunya mereka pada membuat ketentuan-ketentuan baik mengenai jumlah yang harus dibayar, maupun bagaimana cara pembagiannya.
c)       Dalam pembayaran corak ketiga, yaitu yang pembayarannya tidak menurut perbandingan saham mereka dalam mempusakai atau tidak sama banyak, maka pembagian bagian orang yang diundurkan hendaknya menurut perbandingan jumlah besarkecilnya uang yang telah mereka bayarkan demi untuk melaksanakan keadilan dan menyesuaikan kaidah[6].
C.                 Tata Cara atau Prosedur Ahli Waris Mengundurkan Diri
Adapun prosedur penerimaan perkara harta warisan, sama dengan perkara lainnya, seperti perkara perceraian, baik yang diajukan oleh seorang istri maupun yang diajukan oleh seorang suami dan perkara harta bersama, yaitu[7]:
1.             Para pihak datang ke Pengadilan Agama menyerahkan surat gugatan kepada petugas meja Surat gugatan yang diserahkan sebanyak jumlah pihak ditambah tiga rangkap untuk majelis hakim yang ditunjuk menangani perkara yang bersangkutan.
2.             Petugas meja II melengkapi berkas dan menulis dalam buku register induk gugatan, lalu menyerahkan kepada ketua Pengadilan Agama untuk ditetapkan majelis hakim yang menangani perkara tersebut dengan terlebih dahulu melalui wakil panitera dan panitera.
3.             Paling lambat dua hari kerja, ketua Pengadilan Agama menetapkan majelis hakim yang akan menangani perkara tersebut.
4.             Majelis hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang pertama, dengan memerintahkan jurusita untuk memanggil para pihak berperkara dating menghadiri sidang pada hari yang telah ditentukan atau pada hari siding pertama.
5.             Pada hari sidang pertama, majelis hakim mengarahkan kepada para pihak bersengketa untuk menempuh proses mediasi dan untuk kepentingan itu majelis hakim menunda sidang. Proses mediasi di Pengadilan Agama umumnya dipimpin oleh mediator dari kalangan hakim yang dipilih oleh para pihak yang berperkara/bersengketa karena belum ada pihak luar yang memenuhi syarat menjadi mediator. Tenggang waktu yang diberikan kepada mediator untuk melaksanakan proses mediasi adalah selama empat puluh hari, dan dapat ditambah lima belas hari lagi jika dibutuhkanMediator yang memimpin upaya perdamaianwajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan para pihak dan mencari berbagai pilihan penyelesaian terbaik bagi para pihak yang bersengketa.
Apabila terjadi perdamaian, mediator merumuskan isi kesepakatan-kesepakatan para pihak yang bersengketa dan dibuat akte perdamaian. Setelah akte perdamaian selesai dan dibacakan kepada para pihak, mediator melaporkan hasil kesepakatan yang telah dibuat kepada majelis hakiim yang menangani perkara tersebut. Majelis hakim yang menerima laporan perdamaian dari mediator, membacakan hasil perdamaian yang telah dilaporkan dan dimasukkan dalam putusan akhir[8].
Adapun wujud pelaksanaan pembagian harta warisan secara damai oleh
majelis hakim yang menangani perkara dimaksud adalah:
a.         Setelah majelis hakim menerima laporan dari mediatorbahwa proses mediasi tidak berhasil mendamaikan para pihak, pada sidang yang telah ditetapkan majelis hakim berupaya mendamaikan pihak yang berperkara sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara.
b.         Apabila terjadi kesepakatan atau perdamaian oleh majelis hakim, perdamaian itu dimasukkan dalam putusan akhir majelis hakim tersebut.
c.         Amar putusan majelis hakim menghukum para pihak untuk menaati
perdamaian yang telah disepakati.
Untuk wujud pembagian harta warisan di luar sengketa adalah[9]:
a.         Para ahli waris mendaftarkan permohonan pertolongan pembagian harta warisan pada petugas yang telah ditunjuk di bagian meja I. Pendaftaran permohonan tersebut oleh meja I dicatat dalam buku pendaftaran secara khusus, yakni buku register Permohonan Pertolongan Pembagian Harta Peninggalan di luar sengketa (P3HP) yang terpisah dengan buku register perkara gugatan maupun permohonan secara umum.
b.         Ketua Pengadilan Agama menentukan hari pertemuan para ahli waris untuk upaya pembagian harta warisan berdasarkan hukum kewarisan Islam.
c.         Setelah terjadi pembagian harta warisan berdasarkan hukum kewarisan Islam, dibuat akta komparisi (akta keahliwarisan).
d.        Akta komparisi menjadi bukti telah terjadi pembagian harta warisan di luar sengketa melalui pertolongan ketua Pengadilan Agama.
Secara substansi, pembagian harta warisan dengan metode al-takharuj sama dengan praktik pembagian harta warisan secara damai di Pengadilan Agama yang menjadi obyek penelitian penulis. Sisi persamaannya adalah pembagian harta warisan secara damai berdasarkan perinsip musyawarah. Para ahli waris bermusyawarah dan bersepakat tentang bagian masing-masing ahli waris. Pembagian harta warisan dalam bentuk ini berdasarkan keinginan para ahli waris yang telah disepakati secara bersama-sama.
Selain itu, tujuan takharuj maupun pembagian harta warisan secara damai di  Pengadilan Agama adalah untuk kemaslahatan para ahli waris. Hal tersebut sejalan dengan kaidah pikih, Kaidah fikih tersebut menjelaskan bahwa apabila sesuatau perbuatan hukum menghasilkan kemaslahatan, disanalah hukum Allah. Hakikat maslahat adalah segala sesuatu yang mendatangkan keuntungan dan menjauhkan dari bencana.Dalam pandangan ahli ushul maslahat adalah memberikan hukum syara’ kepada sesuatu yang tidak terdapat dalam nashdan ijma’atas dasar memelihara kemaslahatan. Kemaslahatan yang dihasilkan dari pembagian harta warisan secara damai adalah[10]:
a.         Persengketaan antara ahli waris bisa berakhir. Berakhirnya persengketaan ahli waris, berarti merajut dan terjalin hubungan silaturrahim antara ahli waris.
b.         Menghindari konplik keluarga yang berkelanjutan. Apabila sengketa warisan berlanjut, sepanjang itu pula konplik akan mewarnai kehidupan para ahli waris yang sedang bersengketa, bahkan konflik keluarga dapat berlanjut kepada keturunan masing-masing, karena bibit permusuhan akan menurun kepada keturunan masing-masing.
c.         Harta warisan segera terbagi dan dapat dinimakti oleh semua ahli waris dengan segera, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga dan memberin kebahagian bagi kehidupan keluarga karena untuk mewujukkan rumah tangga yang bahagia, salah satu harus ditopang oleh harta yang cara perolehannya dengan jalan yang halal, dan hal itu pula menjadi tujuan pewaris yang berjuang dalam kehidupannya memperoleh harta untuk dinikmati anak keturunannya, bukan untuk dipertentangkan dan melahirkan silang sengketa.
Namun demikian, dalam praktik pembagian harta warisan secara damai pada Pengadilan Agama yang menjadi obyek penelitian penulis ditemukan perbedaan-perbedaan dengan teori takharruj, sehingga ada beberapa hal yang perlu disebutkan pada pasal-pasal perdamaian pembagian harta warisan yang tentunya atas petunjuk dan arahan mediatar maupun majelis hakim yang menanganai perkara yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu dilengkapi sebagai berikut:
a.         Terlebih dahulu terdapat pasal yang menyebut kedudukan dan besar bagian masing-masing ahli waris berdasarkan hukum kewarisan Islam.
b.         Apabila dalam pembagian yang disepakati terdapat ahli waris yang menerima kurang dari porsi bagiannya, misalnya untuk anak laki-laki dan perempuan disepakati menerima bagian yang sama besar, harus ada pernyataan rela menyerahkan bagiannya kepada ahli waris lain. kerelaan adalah syarat dalam trasanksi bermuamalah, termasuk muamalah pembagian harta warisan.
Penyebutan kedudukan dan besarnya porsi bagian masing-masing ahli waris dalam akta perdamaian merupakan salah satu bentuk sosialisasi tentang hokum kewarisan Islam, sekaligus realisasi pelaksanaan perintah untuk memepelajari dan mengajarkan hukum kewarisan Islam. Putusan hakim khususnya perkara warisan paling tidak dibaca oleh pihak yang bersengketa, sehingga yang membacanya dapat memahami kedudukan dan bagianya dalam hukum kewarisan Islam.
D.           Tata Cara Pelaksanaan Takharuj
Apabila salah seorang ahli waris ada yang menyatakan mengundurkan diri, atau menyatakan hanya akan mengambil sebagian saja dari hak warisnya, maka ada dua cara yang dapat menjadi pilihannya. Pertama, ia menyatakannya kepada seluruh ahli waris yang ada, dan cara kedua, ia hanya memberitahukannya kepada salah seorang dari ahli waris yang ditunjuknya dan bersepakat bersama[11].
Cara pertama: kenalilah pokok masalahnya, kemudian keluarkanlah bagian ahli waris yang mengundurkan diri, sehingga seolah-olah ia telah menerima bagiannya, dan sisanya dibagikan kepada ahli waris yang ada. Maka jumlah sisa bagian yang ada itulah pokok masalahnya.Sebagai contoh, seseorang wafat dan meninggalkan ayah, anak perempuan, dan istri. Kemudian sebagai misal, pewaris meninggalkan sebuah rumah, dan uang sebanyak Rp 42.000.000,-(empat puluh dua juta rupiah). kemudian istri menyatakan bahwa dirinya hanya akan mengambil rumah, dan menggugurkan haknya untuk menerima bagian dari harta yang berjumlah Rp 42.000.000,-(empat puluh dua juta). Dalam keadaan demikian, maka warisan harta tersebut hanya dibagikan kepada anak perempuan dan ayah.Lalu jumlah bagian kedua ahli waris itulah yang menjadi pokok masalahnya. Rincian pembagiannya seperti berikut:Pokok masalahnya dari dua puluh empat (24), kemudian kita hilangkan (ambil) hak istri, yakni seperdelapan dari dua puluh empat, berarti tiga (3) saham. Lalu sisanya (yakni 24 - 3 = 21) merupakan pokok masalah bagi hak ayah dan anak perempuan.Kemudian dari pokok masalah itu dibagikan untuk hak ayah dan anak perempuan. Maka, hasilnya seperti berikut:
Nilai per bagian adalah 42.000.000: 21 = 2.000.000
Bagian anak perempuan adalah 12 x 2.000.000 = 24.000.000
Bagian ayah 9 x 2.000.000 = 18.000.000
Total = 24.000.000 + 18.000.000 = 42.000.000
Cara kedua: apabila salah seorang ahli waris menyerahkan atau menggugurkan hakuya lalu memberikannya kepada salah seorang ahli waris lainnya, maka pembagiannya hanya dengan cara melimpahkan bagian hak ahli waris yang mengundurkan diri itu kepada bagian orang yang diberi. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan seorang isteri, seorang anak perempuan, dan dua anak lakilaki.
Kemudian anak perempuan itu menggugurkan haknya dan memberikannya kepada salah seorang dari saudara laki-lakinya, dengan imbalan sesuatu yang telah disepakati oleh keduanya. Dengan demikian, warisan itu hanya dibagikan kepada istri dan kedua anak laki-laki, sedangkan bagian anak perempuan dilimpahkan kepada salah seorang saudara laki-laki yang diberinya hak bagian[12].
Pokok masalah 8

Tashih 40
40
Isteri 1/8
1
5
5
Anak laki laki ('ashabah)

14
14
Anak laki laki ('ashabah)
7
14
14+14
Anak perempuan ('ashabah)

7


Maka pokok masalahnya dari delapan, dan setelah di tashih menjadi empat puluh istri mendapat seperdelapan (1/8) berarti lima (5) bagian, dan bagian setiap anak laki-laki 14 (empat belas) bagian dan sisanya yaitu 7 (tujuh) bagian adalah bagian anak perempuan, kemudian hak anak perempuan itu diberikan kepada salah seorang saudara laki-laki yang telah ditunjuk sebelumnya.

link Download-nya kawan....

[1] FatchurRahman, Ilmu Waris, (Bandung, PT. Al-Ma’rif, 1975) hal 468-469.
[2] Ibid
[3] Ibid 41
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] http://harijahdamis.blogspot.com/2012/07/al-takharruj-dan-praktik pembagian.html, diakses tanggal 5 November 2016.
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] 84http://eightiswordpress.com.ilmu–waris-pandangan–tentang-waris.2013, diakses tanggal 7 Nopember 2016.
[11] 85http://media.isnet.org/islam/Waris/Takharuj.html, diakses tanggal 10 Nopember 2016
[12] Ibid

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH TEATRIKAL PUISI "KARAWANG-BEKASI" KARYA CHAIRIL ANWAR

NASKAH TEATRIKAL PUISI (Dialog Bukit Kamboja)

PUISI TENTANG GURU/KIYAI: SANG LENTERA